Lahan untuk ITK, Seno Aji: Baru 58 Hektare dari 300 Hektare yang Dijanjikan Pemprov Kaltim

Institut Teknologi Kalimantan di Balikpapan (Istimewa)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Institut Teknologi Kalimantan (ITK), salah satu perguruan tinggi nasional di bidang pendidikan tinggi teknologi, masih menghadapi persoalan serius dalam pengembangannya karena keterbatasan lahan.

Meski telah berdiri sejak tahun 2012 di zaman pemerintahan Gubernur Awang Faroek Ishak, pertumbuhan ITK di Kota Balikpapan berjalan sangat lambat dibandingkan institut teknologi serupa di daerah lain seperti Institut Teknologi Sumatera (ITERA) di Lampung.

Salah satu penyebab utama stagnasi ini adalah belum terealisasinya komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) terkait penyediaan lahan kampus seluas 300 hektare. Dari 300 hektare yang dijanjikan Pemprov Kaltim zaman Gubernur Awang Faroek, hingga kini ITK baru terealisasi sekitar 58 hektare saja.

Menanggapi pertanyaan dari Niaga.Asia pada Selasa (1/7), Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, mengakui keterlambatan realisasi penyediaan lahan tersebut. Namun menurutnya, Pemprov berharap ITK  mengotimalkan pemanfaatan lahan yang telah tersedia terlebih dahulu.

“Dulu, saat awal pembangunan tahun 2012, kenapa dipilih Kalimantan. Karena Pak Awang Faroek menyanggupi menyediakan lahan 300 hektare. Tapi sekarang baru 55-58 hektare diberikan. Ini yang membuat ITK sulit berkembang. Tentu ini menjadi perhatian kami. Saya rasa begini ya, kita harus melihat juga bagaimana bentuk kerjasamanya diawal,” ujarnya.

Ia mengungkapkan bahwa sebagian dari lahan yang telah dimanfaatkan bahkan berasal dari hasil dari tukar guling dengan pihak PLN, dan belum seluruhnya digunakan untuk pembangunan fasilitas ITK.

“Kita ingin menyelesaikan dulu pemanfaatan yang 55–58 hektare ini. Saya yakin sebagian besar juga belum semuanya terbangun. Setelah itu, baru kita pikirkan penambahan lahan hingga 300 hektare itu,” jelasnya.

Wakil Gubernur Kaltim Seno Aji (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

Menurut Seno, Pemprov tetap mendukung penuh kemajuan ITK sebagai satu dari dua perguruan tinggi negeri di Kaltim bersama Universitas Mulawarman (Unmul).

“Kita ingin ITK ini bisa menjadi teladan bagi pendidikan tinggi teknologi di Kalimantan,” terangnya.

Tanggapan komisi IV

Sorotan lebih tajam pun datang dari Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, HM. Darlis Pattalongi. Ia menyatakan keterlambatan pengembangan ITK sangat disayangkan, mengingat ITK ini merupakan hasil perjuangan Gubernur Kaltim kala itu, Awang Faroek Ishak, dalam merebut proyek strategis pendidikan tinggi dari pemerintah pusat.

“ITK dibentuk bersamaan dengan ITERA pada 2012, dengan sama-sama diberikan 20 prodi dan 100 mahasiswa. Tapi lihat sekarang, ITK hanya punya 22 program studi, sementara ITERA sudah 42 prodi. Jumlah mahasiswa ITK juga stagnan di bawah 6.000, per hari ini baru 5.774, sedangkan ITERA sudah di atas 25.000 mahasiswa,” paparnya.

Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

Darlis juga menjelaskan, rasio dosen terhadap mahasiswa di ITK sebenarnya sudah ideal, yakni 1:18. Namun, kapasitas mahasiswa tidak bisa ditambah karena keterbatasan fasilitas kampus, seperti ruang kuliah dan laboratorium.

“Setiap tahun, pendaftar ITK mencapai 10 ribu orang. Tapi karena keterbatasan ruang dan laboratorium, mereka hanya bisa menerima sekitar 1.600 mahasiswa per tahun,” ungkapnya.

ITK merupakan bagian dari program nasional pemerintah pusat dalam mendirikan institut teknologi yang ada di luar Pulau Jawa untuk pemerataan pendidikan berbasis teknologi. Saat pendiriannya, pemerintah pusat memberi dua syarat utama, diantaranya; penyediaan lahan 300 hektare dari Pemprov Kaltim; kedua, beasiswa Kaltim Cemerlang bagi mahasiswa.

“Dua hal itu disanggupi Gubernur Awang yang membuat pusat memilih Kaltim. Tapi sampai 2025 ini, lahan baru sekitar 58 hektare. Kalau pemerintah provinsi bisa memenuhi janjinya, ITK punya peluang besar mendapat dukungan tambahan dari pemerintah pusat,” kata Darlis.

Lebih jauh, ia mengungkapkan kekhawatiran terhadap kemungkinan alih fungsi lahan di sekitar kawasan ITK. Kampus saat ini berada di tengah kawasan hutan, namun pembangunan di sekitar wilayah itu mulai pesat.

“Kalau pemerintah lambat membebaskan lahan, maka lahan tidur itu bisa jatuh ke tangan pengembang. Ketika sudah dikapling, sudah dihuni, maka akan jauh lebih sulit, bahkan mustahil dibebaskan. Harganya jadi tinggi, dampak sosialnya besar,” bebernya.

Ia menambahkan bahwa pengembangan kampus di lahan yang sempit justru akan merusak prinsip dasar pembangunan ITK sebagai kampus ramah lingkungan.

“Kalau terus dipaksakan membangun di 58 hektare, hutan di sekitarnya akan rusak. Konsep kampus hijau akan hilang,” imbuhnya.

Saat ini katanya, sekitar 90 persen mahasiswa ITK berasal dari Kaltim. Meski ada mahasiswa dari Papua, Sulawesi, dan Jawa, komposisi dominan adalah putra-putri daerah.

“Dengan jumlah sebesar itu, sudah selayaknya pemerintah provinsi dan juga kabupaten/kota turut ambil bagian dalam mendukung kemajuan ITK,” tegas Darlis.

DPRD Kaltim berharap agar Pemprov segera memenuhi komitmen penyediaan lahan agar pengembangan ITK di Kota Balikpapan dapat dipercepat. Langkah ini tidak hanya akan memberikan dampak pada peningkatan kualitas SDM daerah, tetapi juga menjadi penopang penting bagi pertumbuhan ekonomi berbasis teknologi di Kaltim.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | ADV Diskominfo Kaltim

Tag: