
SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Kerusakan bumi Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur, akibat ekploitasi sumber daya alam (SDA), batu bara, Migas, pembabatan hutan besar-besaran sejak tahun ‘70-an hingga sekarang terus terjadi.
Hutan gundul, sungai dan udara tercemar, banjir, tanah longsor, lubang-lubang raksasa yang menghadirikan danau-danau yang menelan korban bukan hanya menimpa umat manusia, para roh penjaga alam Kalimantan pun terkena dampaknya. Petaka menimpa.
Fenomena itulah yang diolah Teater Matahari Samarinda dalam bentuk pentas teater yang berjudul ‘Petaka’ di perhelatan Temu Karya Taman Budaya (TKTB) Regional Kalimantan di Pontianak, Kalimantan Barat, 8-11 Oktober 2024 nanti.
“Kami sekarang tengah menggarap naskah ‘Petaka’ karya Hamdani untuk pentas di TKTB Regional Kalimantan,” kata Wawan Timor yang menjadi sutradara ‘Petaka’.
Naskah itu, menurut Wawan Timor, telah dipentaskan beberapa kali di beberapa kota dan luar negeri.
“Tahun 2012, ‘Petaka’ sudah pernah saya sutradarai. Dipentaskan di Kuala Lumpur, Malaysia dan Sangatta. Bung Awang Khalik mementaskannya dengan judul ‘Para Roh’ di Denpasar, Bali, di tahun 2012 juga,” ungkap Wawan.
Diterangkan Wawan, ‘Petaka’ mempunyai daya tarik tersendiri, karena berani bicara tentang kerusakan alam Kalimantan, khususnya Kaltim.
“Materi naskahnya sangat kontekstual dengan kondisi alam dan lingkungan Kaltim. ‘Petaka’ mewakili cerita tentang kerusakan alam akibat keserakahan manusia. Para penghuni alam lain, para roh, juga protes lantaran tidak berdaya dibuatnya,” urainya.
Wawan bilang naskah ‘Petaka’ digarapnya dengan gaya realis.
“Meskipun naskahnya agak surealis dengan tetap menampilkan budaya lokal, seperti tari Gong dan Belian,” tambahnya.
Tentang para pendukungnya, Wawan menyebut sejumlah nama seniman teater dan musik terlibat sebagai pemain dan pendukung.
Wuri Handayani sebagai penari perempuan, Arafat Zulkarnaen berperan sebagai penari pria. Sedangkan para roh dimainkan Sahabudin Pance, Ozzy Mahapati dan Iwan Koekubus. Lali ada Jun Whisma (penata cahaya dan IT), serta Asfi dan Kresna sebagai penata musik.
Penulis: Intoniswan | Editor: Saud Rosadi
Tag: KesenianLingkungan HidupSamarindaTeater