
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pelaksana Pelayanan Publik atau pegawai di lingkup Pemerintah Provinsi Kaltim dilarang menggunakan bahasa yang tidak pantas/kasar kepada pengguna layanan atau masyarakat.
Demikian1 dari 14 larangan yang harus dipatuhi Pelaksana Pelayanan Publik di Pemprov Kaltim sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Kaltim Nomor 8 Tahun 2025 tentang Perilaku dan Kode Etik Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Daerah. Perda ini sudah berlaku sejak 24 Januari 2025.
“Perilaku dan Kode Etik Pelayanan Publik adalah aturan, norma, pedoman sikap, perilaku, perbuatan, tulisan dan ucapan, serta hak dan kewajiban yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh Penyelenggaran dan Pelakasana Pelayanan Publik dalam menjalankan tugas-tugas pelayanan kepada pengguna layanan,” kata Gubernur Kaltim.
Pelaksana Pelayanan Publik adalah pejabat, pegawai, petugas dan setiap orang yang bekerja pada Penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan Pelayanan Publik.
Sedangkan Kepala Penyelenggara Pelayanan Publik atau Kepala Penyelenggara adalah Kepala Perangkat Daerah, Kepala Unit Pelaksana Organisasi Bersifat Khusus, dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah yang membawahi Pelaksana Pelayanan Publik.
Menurut Perda ini 13 larangan lain yang harus dipatuhi Pelaksana Pelayanan Publik adalah meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali mempunyai alasan yang jelas, rasional, dan sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pelaksana Pelayanan Publik dilarang diskriminatif dalam pelayanan; meminta dan/atau menerima imbalan/biaya di luar ketentuan atau melakukan pungutan liar; melakukan koruspi, kolusi, nepotisme (KKN); meminta sesuatu dari permohonan pelayanan di laur yang telah ditentukan;” kata Pasal 10 Pergub ini.
Tidak hanya itu, Pelaksana Pelayanan Publik juga dilarang menerima sesuatu atau janji dari pemohon pelayanan dengan maksud agar diberikan kemudahan mengurus permohonan dan/atau sebagai pengganti untuk menutup kekukarangan persyaratan yang telah ditentukan.
Pelaksana Pelayanan Publik juga dilarang menjanjikan kemudahan pemberian layanan dengan mengharapkan pemberian imbalan; mempersulit pemberian layanan dengan maksud untuk mendapatkan imbalan dari pengguna layanan atau masyarakat.
Selanjutnya, menurut Pergub ini; Pelaksana Pelayanan Publik dilarang menambah personil pelaksana tanpa persetujuan penyelenggara; membuat perjanjian kerja sama dengan pihak lain tanpa persetujuan penyelenggara,
Pelaksana Pelayanan Publik dilarang merangkap sebagai komisaris atau oengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD; melanggar asas Penyelenggara Pelayanan Publik; dan menghambat, menghindari, menilak melakukan pelayanan terhadap publik kecuali tidak sesuai dengan asas dan Standar Pelaksana yang telah ditetapkan.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan | Adv Diskominfo Kaltim
Tag: Pemprov KaltimPergub Kaltim