
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Kondisi Terminal Sungai Kunjang di Samarinda kembali dikritik setelah Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melalui Dinas Perhubungan (Dishub) dan Satpol-PP melakukan penertiban Terminal Bayangan di Jalan APT Pranoto, Kecamatan Samarinda Seberang, beberapa waktu lalu, Kamis lalu (2/10/2025).
Pengamat kebijakan publik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Mulawarman, Saipul Bachtiar, menilai terminal yang berdiri sejak lebih dari tiga dekade lalu itu sudah tidak layak secara fisik, fungsional, maupun pelayanan publik.
Menurutnya, dari sisi tata ruang sebenarnya lokasi terminal sudah sangat strategis karena letaknya itu berdampingan dengan pelabuhan kapal Sungai Mahakam yang melayani jalur ke pedalaman Hulu Mahakam. Namun dari sisi fasilitas dan penataan kawasan, kondisinya jauh dari standar yang layak bagi pengguna jasa.
“Jika bicara grand design tata ruang, letaknya sudah ideal, di darat ada terminal, sedangkan di bibir sungai ada pelabuhan kapal. Tapi dari sisi fasilitas, bangunan dan keamanan, mau dilihat dari indikator apapun, itu semua sudah tidak layak,” ujar Saipul kepada Niaga.Asia, Selasa (7/10/2025).
Terminal Sungai Kunjang dan pelabuhan yang berdekatan, menurutnya, seharusnya menjadi pintu gerbang kota yang mencerminkan citra daerah. Namun kenyataannya, yang tampak saat ini justru berbanding terbalik. Terminal yang dikelola pemerintah provinsi itu kini terlihat kumuh dan tidak terawat.
“Terminal itu wajah kota. Begitu orang turun dari bus, hal pertama yang mereka lihat kan kondisi terminalnya. Jika suasananya kumuh, fasilitasnya rusak, dan tidak nyaman, maka itu memperlihatkan wajah kota yang suram. Jadi pemerintah harus segera bertindak, tanpa alasan lagi,” jelasnya.
Mirisnya, kondisi terminal yang kumuh tidak layak ini kata Saipul, berimplikasi langsung terhadap perilaku masyarakat. Kebanyakan penumpang dan sopir kini lebih memilih beroperasi di luar terminal resmi, atau yang juga dikenal sebagai terminal bayangan di Jalan APT Pranoto, Kecamatan Samarinda Seberang.
“Orang malas ke terminal resmi karena tidak representatif. Mulai dari toiletnya, lalu ruang tunggunya, dan juga banyak calo. Jadi mereka memilih naik atau turun di jalan,” terangnya.
Saipul menilai upaya perbaikan dalam bentuk rehabilitasi ringan saja tak cukup. Pemerintah Provinsi Kaltim dibawah kepemimpinan Rudy Mas’ud dan Seno Aji harus membangun ulang terminal ini secara total dengan konsep yang modern dan menyesuaikan kebutuhan masyarakat.

Pembangunan kawasan terminal yang modern saran Saipul, harus mencakup fasilitas publik yang nyaman seperti adanya area kuliner, kios tertata, serta ruang tunggu yang bersih dan ber-AC, agar masyarakat merasa aman dan betah menunggu di terminal resmi.
“Kalau saya pikir, jangan hanya dalam bentuk rehab, tetapi mesti dibangun ulang. Dibangun dengan konsep modern, dengan ruang tunggu nyaman, toilet yang bersih, suasana aman, dan pertokoan yang tertata rapi. Ini kan bisa menjadi ikon baru di Samarinda,” tuturnya.
Lebih lanjut, Saipul juga menyarankan agar pembangunan ulang Terminal Sungai Kunjang dilakukan bersamaan dengan pembenahan pelabuhan kapal di tepian Sungai Mahakam. Kedua fasilitas ini harusnya terhubung secara langsung agar sistem transportasi darat dan sungai berjalan efisien saling melengkapi.
“Mestinya terminal dan pelabuhan kapal itu dibangun terintegrasi. Terminal kan provinsi. Kalau pelabuhan ini saya tidak tahu apakah kota atau provinsi yang mengelola. Tapi jika di bawah kota, bisa saling berkolaborasi dengan provinsi. Namun jika keduanya provinsi, saya sarankan sebaiknya itu dibangun satu paket, terminal dan pelabuhan kapalnya itu. Orang turun dari kapal bisa langsung ke terminal bus, dan sebaliknya,” paparnya.
Alasan Saipul menyarankan agar pelabuhan diperbaiki, karena kondisinya juga dinilai tidak layak. Menurutnya, Pelabuhan Sungai Kunjang ini terlihat seperti fasilitas sementara padahal sudah lama beroperasi tanpa perbaikan yang signifikan.
Tak hanya itu, Saipul juga mengusulkan agar di kawasan Terminal – Pelabuhan dibangun SPBU khusus yang melayani kendaraan bus maupun kapal-kapal. Hal tersebut penting untuk mendukung efisiensi operasional serta mengawasi distribusi BBM bersubsidi.
“Harus ada SPBU tersendiri di kawasan itu, khusus untuk bus dan kapal. Pemerintah bisa kerja sama dengan Pertamina, agar pengguna tidak kesulitan dan penyaluran BBM subsidi tetap tepat sasaran,” sarannya.

Lambannya revitalisasi menyeluruh Terminal Sungai Kunjang, menurutnya, bukan karena kendala teknis, melainkan karena minimnya kemauan politik (political will) dari pemerintah daerah. Padahal, terminal serupa di daerah lain seperti Bontang dan Kutai Timur sudah lebih dahulu dibangun dengan konsep modern.
“Sekarang di Bontang dan Kutai Timur sudah dibangun terminal baru, di Samarinda malah ditunda. Padahal yang paling mendesak justru di ibu kota provinsi ini,” katanya.
Karena itu, ia meminta supaya pembangunan terminal baru menjadi komitmen pemerintah dalam menghadirkan pelayanan publik yang bermartabat. Bangunannya tegas dia, juga harus menunjukkan ciri khas Provinsi Kaltim, terintegrasi dengan pelabuhan menuju Hulu Mahakam.
“Kalau kita lihat di Pulau Jawa atau Batam, terminal dan pelabuhannya terintegrasi dan nyaman. Kaltim seharusnya bisa bikin yang lebih bagus dari itu. Jadi orang yang datang ke terminal di Samarinda bisa bangga,” tegasnya.
Penumpang Lebih Nyaman di Terminal Bayangan
Penertiban terhadap aktivitas yang ada di Terminal Bayangan Jalan APT Pranoto oleh Satpol-PP dan Dinas Perhubungan (Dishub) Kaltim pada Kamis kemarin (2/10), bukanlah yang pertama kali dilakukan.

Namun di balik langkah penertiban tersebut, salah seorang sopir bus bernama Mistoadi, yang mewakili para penumpang dan rekan-rekannya mengungkapkan alasan mereka enggan melirik dan menggunakan Terminal Sungai Kunjang yang merupakan terminal resmi milik Pemerintah Provinsi Kaltim.
Mistoadi, yang juga menjabat sebagai Ketua RT 37 Kelurahan Sungai Keledang, Samarinda Seberang mengaku bahwa masyarakat justru merasa lebih nyaman berangkat dari kawasan tersebut dibanding terminal resmi di Sungai Kunjang.
“Masyarakat pun lebih senang ke sini. Karena kenyamanan penumpang ada di sini, penitipan motor ada, WC lengkap, bisa titip kendaraan juga, lebih aman. Kalau di Terminal Sungai Kunjang itu enggak memadai, angkot juga enggak ada yang ke sana kalau masyarakat dari arah sini,” ungkap Mistoadi.
Menurutnya, keberadaan terminal bayangan bukan hal baru dan bahkan menjadi fenomena umum di banyak daerah di Indonesia. Ia juga menegaskan, adanya terminal bayangan ini tidak ada yang mengkoordinir.
“Bukan di sini aja, di seluruh Indonesia pasti ada terminal bayangan. Ini enggak ada yang koordinasi, memang kemauan para driver,” tambahnya.
Ia menjelaskan sistem keberangkatan bus di kawasan itu tetap tertib. Setiap 10 menit satu bus berangkat menuju Balikpapan dengan minimal 15 penumpang. Jika memang tidak mencukupi, penumpang akan dialihkan ke bus berikutnya sementara bus kosong harus kembali ngetem.
“Setiap hari satu bus datang, sepuluh menit kemudian berangkat. Pokoknya enggak ada yang menumpuk. Walau penumpang kurang, kami oper ke bus belakang. Jadi enggak ada yang sembarangan berhenti di jalan,” imbuhnya.
Ia berharap pemerintah provinsi memberikan solusi yang adil dengan memperbaiki semua pelayanan di terminal resmi agar masyarakat tidak lagi mencari alternatif di luar.
“Harapan kami, pemerintah memaksimalkan pelayanannya supaya penumpang enggak singgah di sembarang tempat. Masyarakat condong ke sini karena aman, ada penitipan motor, WC ada. Nah kalau di terminal itu sering kehilangan motor. Kalau di sini, bayar Rp10.000 atau Rp5.000 enggak masalah, yang penting tenang,” pungkasnya.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan
Tag: terminal busTransportasi