
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pisang menjadi salah satu komoditas hortikultura yang paling menjanjikan di Bumi Kalimantan. Tanaman ini dinilai memiliki tingkat produktivitas tinggi dengan masa panen yang cepat, yakni hanya 7 bulan sejak tanam, serta dapat berproduksi secara berkelanjutan tanpa perlu peremajaan.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang (Kabid) Hortikultura Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) Provinsi Kaltim, Kosasih, saat memaparkan capaian budidaya pisang kepada Niaga.Asia, Kamis (20/11/2025).
Menurut Kosasih, karakter tanaman pisang ini memiliki keunggulan tersendiri bagi petani, terlebih di tengah pergeseran regulasi yang saat ini telah membatasi penyediaan sarana produksi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim.
“Pisang itu tujuh bulan sudah panen. Dan keistimewaannya, dia tidak perlu diremajakan. Terus beranak, panen lagi, dan beranak lagi. Sampai kita senja tua pun masih beranak,” ujarnya.
Pada tahun-tahun sebelumnya kata Kosasih, program perluasan budidaya berjalan optimal karena dukungan penuh dari provinsi. Bahkan pada tahun 2024, DPTPH menambah sekitar 52.000 batang pisang, yang ekuivalen dengan sekitar 130 hektare lahan baru.
“Tahun kemarin kita nambah 52.000 pohon per hektare. Karena 1 hektare itu 400 pohon. Jadi tinggal bagi saja. Kalau 52.000 batang dibagi 400 pohon, itu berarti dapatnya sekian hektare,” jelasnya.
Sedangkan pada tahun 2025 ketika hadirnya regulasi baru dari Pemerintah Pusat, total luas pengembangannya secara keseluruhan telah mencapai sekitar 840 hektare.
“Yang jelas, dari sisi luasan, setiap tahunnya bertambah. Karena pisang memang tanaman yang mudah dikembangkan dan sangat cepat memberikan hasil bagi petani,” tambahnya.
Kosasih menegaskan, daya tarik pisang tidak hanya pada masa panen yang singkat. Akan tetapi, juga karena pemeliharaannya yang bisa dikatakan tidak serumit padi atau jagung. Hal ini memungkinkan petani tetap menjalankan usaha utamanya, seperti tanaman pangan, sembari menanam pisang sebagai komoditas tambahan yang menguntungkan.
“Pisang ini tanaman selingan. Karena yang disebut hamparan adalah padi dan jagung. Mereka petani itu punya pekerjaan lain, tapi tanam pisang juga. Jadi dia itu kelompoknya kelompok padi, dipakai juga hortikultura gitu,” paparnya.
Sebagai informasi, jumlah petani pisang di Kaltim cukup besar, meskipun sebagian di antaranya tidak tercatat secara khusus sebagai kelompok tani hortikultura.
Untuk wilayah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) saja, tercatat sedikitnya sekitar 120 petani yang mendapatkan pembiayaan dari Bank Kaltimtara untuk pengembangan budidaya pisang.
“Itu yang benar-benar terdata. Karena ada juga petani yang punya lahan luas, bahkan sampai 100 hektare. Tapi rata-rata petani kecil itu punya dua hektare. Kalau kelompoknya banyak sekali, saya tidak hafal semua,” terangnya.
Secara keseluruhan, sebaran petani pisang di Kaltim diperkirakan mencapai sekitar 3.000 orang, berdasarkan perhitungan teknis dari total luas tanam yang telah melewati 7.000 hektare.
Dengan asumsi 1 petani mampu mengelola maksimal sekitar 2 hektare lahan, jumlah ini menjadi gambaran realistis banyaknya pelaku budidaya pisang di Kaltim.
“Jadi kalau 7.000 hektare dibagi dua hektare, ya dapatnya sekitar 3.000 petani. Itu hitungan normalnya, karena kepemilikan 2 hektare itu paling ideal untuk dikelola 1 orang,” pungkasnya.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | Advertorial Diskominfo Kaltim
Tag: PertanianPisang