
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 berdampak bagi bisnis perhotelan. Namun sejauh ini, di Kaltim, belum ada pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor perhotelan meski potensi itu tetap ada.
Kebijakan efisiensi anggaran instansi pemerintahan itu menurunkan pendapatan perhotelan. Sebab pemasukan terbesar mereka berasal dari kegiatan pertemuan instansi pemerintah di hotel-hotel, tidak terkecuali di Kaltim.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kaltim Rozani Erawadi menegaskan, sampai saat ini belum ada laporan PHK karyawan di sektor perhotelan.
“Sepanjang laporan ini belum ada PHK, PHK itu jalan terakhir. Namun potensi PHK ada, iya. Karena PHK harus dilaporkan ke Disnakertrans Kaltim,” kata Rozani ditemui di Gedung Olah Bebaya Provinsi Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda, belum lama ini.
Rozani menjelaskan langkah efisiensi yang diambil perusahaan perhotelan di Kaltim saat ini, lebih mengarah pada pengurangan jam kerja, bukan langsung keputusan PHK.
“Tentu tidak semata-mata ada efisiensi jalannya di PHK. Bisa pengurangan jam kerja,” ujar Rozani.
Menurut Rozani, PHK itu merupakan jalan terakhir yang diambil saat roda perekonomian sudah tidak bisa kembali stabil.
“Tapi itu jalan terakhir yang ditempuh, kebanyakan mengurangi jam kerja. Tentu tidak baik, tapi dibandingkan PHK masih jauh lebih baik,,” terang Rozani.
Rozani mencontohkan, pengurangan jam kerja ini misalkan karyawan tersebut biasa bekerja 5 hari dalam seminggu menjadi hanya 3 hari dalam seminggu.
“Kemudian misalnya biasa (kerja) 8 jam menjadi 6 jam. Dan upah pasti akan menyesuaikan namun tetap sesuai upah minimum kabupaten/kota,” klaim Rozani.
“Karena upah full (penuh) itu dalam kondisi normal. Kalau kondisi seperti ini, yang penting upah masih jalan dan PHK bisa ditahan,” demikian Rozani Erawadi.
Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi | Adv Diskominfo Kaltim
Tag: KaltimPerhotelanPHK