Sembilan Desa di Tulin Onsoi Protes Lahannya Masuk HGU PT KHL

Masyarakat Adat Dayak Agabag yang tersebar di sembilan desa di Kecamatan Tulin Onsoi menyampaikan tuntutan agar lahan mereka dibebaskan dari HGU PT KHL. (Foto : Sibrianus Sati/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Masyarakat Adat Dayak Agabag yang tersebar di sembilan desa Kecamatan Tulin Onsoi, Kabupaten Nunukan, memprotes protes lahannya masuk lahan hak guna usaha (HGU) PT Karangjuang Hijau Lestari (KHL) di Tulin Onsoi, hari Senin (26/05/2025).

Wakil Ketua Adat Besar Tulin Onsoi, Sibrianus Sati, mengatakan, kedatangan warga ke kantor PT KHL sebagai bentuk protes terhadap luasan HGU perusahaan yang masuk sampai lahan permukiman penduduk.

“Ada 9 desa bergabung di aksi demo yakni, Desa Kalun Sayan, Sekikilan, Tembalang, Salang, Tinampak I, Tinampak II, Tau Baru, Balatikon, dan Naputi,” kata Sibrianus pada Niaga.Asia, Selasa (27/05/2025).

Warga menyuarakan ketidakpuasan warga pribumi terhadap perusahaan yang mengabaikan hak-hak tradisional.

Kawasan HGU PT KHL tumpang tindih dengan lahan-lahan pemukiman, lahan garapan masyarakat, terlebih lagi jalan poros provinsi yang dibangun secara historis bagian dari integritas wilayah adat Tulin Onsoi.

“Lahan-lahan untuk masyarakat bermukim dan mencari nafkah masuk kawasan HGU KHL, jadi bagaimana kami bisa berkembang bersama keluarga,” sebutnya.

Sibrianus juga menyoroti  tidak adanya tranparansi dalam proses penetapan HGU dan pengelolaan lahan perkebunan plasma. Perusahaan mengabaikan prinsip keadilan agraria dan hak asasi manusia warga tempatan.

Untuk itu, dirinya meminta pemerintah pusat dan daerah melakukan memverifikasi ulang batas HGU perusahaan, mengevaluasi kembali skema plasma dan secara fundamental mengakui serta melindungi hak-hak masyarakat adat Tulin Onsoi.

“Saya menyadari negosiasi mempertahankan lahan adat sangat lemah, karena pemerintah selama ini tidak pernah mengakui keberadaan historis lahan adat,” bebernya.

Aksi masyarakat adat Tulin Onsoi hendaknya direspon pemerintah secara konstruktif dan proporsional, sebagai upaya mencegah munculnya konflik yang lebih luas berdampak buruk bagi masing-masing pihak.

Adapun 14 poin tuntutan Masyarakat Adat Dayak Agabag Tulin Onsoi dalam demo adalah:

1.Perusahaan diwajibkan sosialisasi terkait replanting (penumbangan dan penanaman kembali pohon sawit).

2.Perusahaan wajib transparan atas luasan lahan dan hal terkait perizinan berusaha.

3.Perusahaan wajib memenuhi 20 persen lahan plasma bagi masyarakat

4.Perusahaan wajib sosialisasi perbedaan plasma 20 persen dengan lahan kemitraan, dimana saat ini tidak ada kejelasan dalam pelaksanaannya di lapangan.

5.Perusahaan diwajibkan melakukan pemenuhan pembayaran plasma 20 persen tidak pernah dilakukan PT Tirta Madu Sawit Jaya, selama ini yang membayar ke masyarakat PT KHL sementara yang beroperasi di wilayah Kecamatan Tulin Onsoi PT TMSJ.

6.Baik rapat kemitraan maupun rapat rapat lain yang berkaitan dengan operasional perusahaan dan kepentingan masyarakat dilakukan di wilayah Kecamatan Tulin Onsoi.

7.MHA tidak menerima keberadaan oknum yang selama ini selalu mengatasnamakan adat besar secara sepihak sehingga menimbulkan dampak merugikan hak hak masyarakat yang diambil oleh perusahaan perusahaan di wilayah Tulin Onsoi.

8.Perusahaan wajib menyelesaikan permasalahan pembagian uang plasma, dimana selama ini berjalan tidak adil. Tidak merata, tidak proporsional, di antara desa desa yang berada di Tulin Onsoi.

9.Guna terserapnya tenaga kerja, perusahaan perlu meningkatkan kuota masyarakat lokal, diutamakan masyarakat Tulin Onsoi.

10.Pembahasan ulang terkait pembaharuan atas perjanjian antara perusahaan dan masyarakat mengingat perjanjian yang ada kurang relevan saat ini.

11.Mengingat adanya peningkatan pertumbuhan penduduk dan banyak wilayah desa yang rawan banjir khususnya desa di bantaran sungai Tulin, perusahaan bersedia melepaskan/mengeluarkan dari peta kerja. Lahan 500 meter sepanjang jalan provinsi Trans Kaltara, dan 250 meter sepanjang jalan Pemda, dan MHA akan melakukan pemasangan patok di areal Jalan Provinsi dan areal kemitraan.

12.Perusahaan wajib meningkatkan program CSR yang sampai hari ini tidak dirasakan oleh MHA Dayak Agabag.

13.Pembentukan Koperasi Koperasi tingkat desa sebagai mitra, sehingga perusahaan tidak bermitra pada satu koperasi saja, sehingga program kemitraan dengan perusahaan dengan masyarakat bisa berjalan lebih objektif dan tepat sasaran.

14.Perusahaan berlaku tegas terhadap koperasi mitra jika melakukan penyimpangan atas kerjasama kemitraan sebagaimana perjanjian.

Sementara itu, manager umum di cabang PT KHL Grup, Wilprid, menerangkan, pembahasan dan tuntutan masyarakat adat Dayak Agabag Tulin Onsoi telah disampaikan akan dilaporkan ke manajemen perusahaan

“Saya tidak melarang pemasangan patok di lahan HGU. Saya hanya ingin kita semua mengawali proses dengan baik, kalau bisa nanti dibuka ruang menyelesaikan,” ucapnya.

Semua pihak tentu menginginkan solusi yang terbaik dalam penyelesaian persoalan. Pemasangan patok oleh masyarakat di lahan HGU dikuatirkan menambah panjang daftar masalah antara kedua pihak.

‘’Saya minta tuntutan dituangkan dalam tulisan agar nantinya lebih mudah bagi kami menyampaikan secara utuh ke manajemen,” tutupnya.

Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan

Tag: