
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Perbincangan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan, kembali ramai dibahas masyarakat bersamaan beredarnya dokumen daftar usulan calon DOB dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Tidak sedikit masyarakat menyatakan setuju pulau Sebatik menjadi kota Sebatik, namun banyak pula yang terang-terangnya menolak dengan alasan, jarak Sebatik dan Nunukan cukup dekat dan Sebatik tidak memiliki sumber daya kekayaan alam.
Anggota DPRD Nunukan asal Sebatik, Andre Pratama, mengatakan, pro dan kontra terhadap usulan pemekaran Sebatik dari Kabupaten Nunukan, adalah hal biasa dalam memajukan daerah.
“Ada tiga usulan pemekaran di Kabupaten Nunukan yakni, pulau Sebatik menjadi kota Sebatik, Kabupaten Krayan meliputi 5 kecamatan di Krayan dan Kabudaya mencakup Kecamatan Sebuku, Sembakung, Sembakung Atulai, Tulin Onsoi, Lumbis, Lumbis Pensiangan, Lumbis Hulu, Lumbis Ogong,” ucapnya.
Ketiga DOB ini telah masuk dalam usulan pemekaran sebagaimana daftar usulan pembentukan calon DOB yang disampaikan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI masa reses sidang IV bulan Juni 2025.
Khusus terhadap pemekaran pulau Sebatik, Andre berpendapat bahwa sebaiknya pulau Sebatik tetap berada di wilayah administrasi Kabupaten Nunukan, dengan catatan dilakukan percepatan pembangunan di seluruh Sebatik.
“Untuk sekarang ini sebaiknya kita memikirkan bagaimana cara mempercepat pembangunan Sebatik, dari pada pusing memikirkan DOB,” kata Andre pada Niaga.Asia, Senin (07/07/2025).
Andre menerangkan, pulau Sebatik Indonesia memiliki luas 246,61 Km² dengan jumlah penduduk sebagaimana data sensus tahun 2020 mencapai 47.571 ribu jiwa. Sebagian besar warga Sebatik berprofesi sebagai nelayan dan petani.
Sebagai daerah perbatasan Indonesia, pulau Sebatik tidak memiliki Sumber Daya Alam (SDA) seperti sektor pertambangan maupun perkebunan dan usaha lainnya yang dapat menghasilkan pendapatan bagi daerah.
“Sebatik tidak punya SDA, kalaupun berharap bantuan Dana Alokasi Khusus (DAU) pasti akan kecil, karena DAU dihitung berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk dan indikator lainnya,” jelasnya.
Pemekaran Sebatik bisa saja malah menjadi kemunduran dan tidak mensejahterakan rakyat karena pemerintahan daerah kesulitan membiayai belanja pegawai dan pembangunan maupun pelayanan publik.
Andre menilai saat ini belum waktunya bagi pulau Sebatik tetap bertahan meminta DOB. Selain butuh biaya besar dalam menyiapkan sarana dan prasarana perkantoran, daerah baru perlu memikirkan dampak positif dan negatif dari pemekaran.
“Tiap kabupaten/kota yang dimekarkan dari daerah induk hanya mendapatkan dana Rp 50 miliar untuk kebutuhan keuangan selama 2 tahun, apakah dana itu cukup,” bebernya.
Terlepas dari itu, pulau Sebatik akan kesulitan mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH), karena tidak memiliki sektor Minyak dan Gas (Migas) maupun tambang mineral maupun batu bara yang salama ini penyumbang DBH.
Usulan pemekaran Sebatik telah ada sejak 2005 yang kemudian berlanjut dilakukan kajian oleh tim yang ditunjuk pemerintah Nunukan, namun rencana pemekaran terhenti bersamaan pemerintah pusat menghentikan sementara waktu pembentukan DOB.
“Saya sudah tanya banya masyarakat, mereka banyak tidak setuju dengan alasan beragam, ada juga setuju, tapi kalau saya sendiri sebaiknya menunda pemekaran pulau Sebatik,” tutupnya.
Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan
Tag: Pemekaran Daerah