
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Komisi III DPRD Nunukan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas tuntutan ganti rugi masyarakat adat Tidung Sembakung, terhadap kerusakan lingkungan disebabkan aktivitas tambang batubara PT Mandiri Inti Perkasa (MIP).
“DPRD Nunukan minggu lalu menerima surat permintaan masyarakat adat Tidung terkait fasilitasi penyelesaian masalah kerusakan lingkungan dan sulusinya,” kata Ketua Komisi III DPRD Nunukan Ryan Antoni, Senin (06/10/2025).
Ryan menerangkan penambangan PT MIP sejak tahun 2024 yang membuat sungai Krasi, sungai Urad, dan sungai Pasir Linuang Kayan di Desa Pelaju, Kecamatan Sembakung, menjadi dangkal. Ketiga sungai tersebut keberadaannya sangat penting, karena berhubungan dengan kehidupan masyarakat nelayan dalam mencari ikan dan udang.
“Sungai-sungai itu tempat warga mencari nafkah, jadi ketika sungai terjadi pendangkalan, maka perahu atau sampan nelayan tidak bisa masuk ke sungai,” ujarnya.
Sekretaris Lembaga Adat Tidung Nunukan, Rudi Hartono, mengatakan, masyarakat adat Tidung Sembakung telah bersepakat membuat surat bersama tentang tuntutan denda kepada PT MIP terhadap pendangkalan sungai.
“PT MIP bekerja di wilayah hukum adat Palaju sebagaimana Surat Keputusan (SK) Bupati Nunukan Nomor 18845/696/VII/2019,” sebutnya.
Sebelum persoalan dibahas di RDP DPRD Nunukan, masyarakat adat sudah menyampaikan keluhan kepada PT MIP, namun dari pihak perusahaan mengklaim sudah melakukan pekerjaan perbaikan terhadap sungai.
Pihak perusahaan juga berdalih telah melaporkan hasil pekerjaan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Namun nyatanya, sampai hari ini sungai-sungai masih dangkal, bahkan terdapat tiang-tiang panjang di anak sungai.
“Tim adat sudah cek kelapangan, disana belum ada pekerjaan sama sekali, kalaupun ada hanya tiang-tiang panjang yang menutup tepi sungai,” bebernya.
Mewakili masyarakat adat, Rudi mengingatkan perusahaan tidak hanya memikirkan keuntungan dengan mengambil hasil bumi di Desa Palaju, tanpa memikirkan nasib masyarakat yang berada di sekitar perusahaan.
Masyarakat adat sudah sangat baik dan bijak menerima perusahaan beroperasi di lahan adatnya, masyarakat juga selalu menempuh jalur mediasi serta dikeluarkan dalam penyelesaian persoalan.
“Bapak cari makan di lahan adat kami, kalau sudah kaya raya mengambil hasil bumi, jangan pula membunuh kehidupan masyarakat secara perlahan,” tuturnya.
Kepala Desa Palaju, Kecamatan Sembakung, Nasrul meminta DPRD Nunukan selalu wakil rakyat dapat membantu penyelesaian persoalan kerusakan lingkungan atau pencemaran lingkungan dampak dari penambangan batubara PT MIP.
Pemerintah Desa Palaju telah meninjau lokasi sungai untuk memastikan keluhan masyarakat, sekaligus mensinkronkan laporan pihak perusahaan yang mengklaim sudah melakukan pekerjaan terhadap keluhan masyarakat.
“Hasil pemeriksaan kami, ketiga sungai itu sudah tertutup mengalami pendangkalan, jadi masyarakat tidak lagi bisa beraktifitas mencari nafkah disana,” terangnya.
Sementara itu, General Manager PT MIP Nunukan, M Robert Boro, mengaku, perusahaan sudah merespon surat tuntutan masyarakat yang dibuktikan dengan membalas surat yang dikirimkan adat Tidung Sembakung.
“Kami sudah merespon surat dengan mengirimkan surat, bahkan kami bersedia hadir dalam pertemuan bersama DPRD Nunukan, ini adalah bukti ada berniat naik dari perusahaan,” bebernya.
Robert berharap masyarakat dapat melihat masalah ini dengan pikiran jernih, sehingga membuahkan satu kesimpulan bersama untuk disepakati disaksikan anggota DPRD Nunukan sebagai fasilitator penyelesaian masalah.
PT MIP bekerja atas dasar Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang diterbitkan pemerintah pusat tahun 1994 dan mulai beroperasi di Kecamatan Sembakung tahun 2004.
“Lokasi operasional PT MIP berada di Linuang Kayam yang d wilayahnya berada di Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Tanah Tidung (KTT),” jelasnya.
Robert memperkirakan pendangkalan sungai Krasi, sungai Ura dan sungai pasir Linuang Kayan di Desa Palaju, disebabkan oleh pergerakan rawa-rawa. Namun begitu, Robert mengaku belum bisa memastikan apakah pendangkalan sungai tersebut masuk kategori pengrusakan lingkungan.
Persoalan ini sudah dilakukan investigasi oleh DLH Provinsi Kaltara bersama Gakkum Lingkungan Hidup.
“Hasil dari investigasi mengeluarkan beberapa rekomendasi perbaikan yang salah satunya membangun semacam bandol agar dorongan dari kegiatan tambang tidak masuk ke sungai,” ungkapnya.
Penulis: Budi Anshori : Editor : Intoniswan | Advertorial
Tag: batubarasungai