Cerpen Karya: Efrinaldi
Aku kuliah di era 80-an. Di masa itu sudah ada jurusan informatika. Aku suka lihat anak-anak teknik memakai alat input komputer berupa karton berlubang-lubang.
Aku anak farmasi tidak belajar komputer. Cuma menjelang aku lulus, aku ikut kursus memakai komputer personal, bisa membuat dokumen dan tabel memuat fungsi. Jadinya aku dapat sertifikat yang bisa menjadi bahan tambahan aku melamar pekerjaan.
Ketika aku mengolah data penelitian tugas akhirku, aku memakai program komputer yang diberikan dosenku yang baru pulang mengambil S-3 di Perancis. Aku meminjam komputer kampusku untuk mengolah data itu. Wih, gaya benar rasanya.
Selama kuliah aku tidak punya komputer sendiri. Untuk membuat tugas akhir (skripsi), aku memakai mesin tik. Kalau ada kesalahan kecil memakai tip-ex kertas. Kalau kesalahan sudah satu kata atau lebih, memakai tip-ex cair. Kalau kesalahannya banyak, misal satu frasa, harus diketik ulang.
Menyusun skripsi demikian sungguh melelahkan. Bayangkan, koreksi dari pembimbing berulang-ulang, sehingga membuat sering harus mengetik ulang. Aku pikir-pikir lagi, justru karena itu, aku benar-benar paham apa yang aku tulis.
Dosen muda suka bercerita bahwa menulis dengan komputer itu sangat memudahkan pekerjaan. Menghapus huruf tidak perlu pakai tip-ex. Tinggal delete, hapus sudah yang salah itu.
Mengolah statistik juga mudah, tinggal masukkan persamaan fungsinya. Alat canggih yang biasa dipakai mahasiswa zaman itu adalah kalkulator saintifik. Dengan kalkulator itu bisa menghitung sejumlah statistik.
Ketika aku bekerja di awal tahun 1990. Di kantorku ada dua komputer dipakai bersama. Ada lima orang yang memakai bersama. Akibatnya, memakainya giliran. Penyimpanan data dengan flopy disk. Mulanya hanya dapat memuat beberapa megabyte. Kemudian muncul pen disk yang memuat beberapa gigabyte. Muncul lagi external disk yang memuat beberapa terabyte.
Kemudian muncullah teknologi local area network (LAN). Penyimpanan data dilakukan di server lokal. Perkembangan berikut adalah memakai server terpusat untuk suatu perusahaan memakai sistem informasi terintegrasi.
Mesin tik sampai komputer terbaru, pada dasarnya tetap bermula dari apa yang mau dan bisa ditulis. Ketika aku tidak lagi bekerja dengan banyak data, aku kemudian melihat menulis di buku tulis malah sangat memadai. Aku memakai buku diary sepanjang masa, sampai sekarang.
Sejak aku menjadi cerpenis dan novelis, aku membutuhkan sedikit saja alat penyimpanan data. Aku memanfaatkan laptop pribadi. Beberapa karya segera aku publikasi di blog dan koran online. Aku pikir karya itu telah terabadikan.
Aku juga mengabadikan karyaku dalam buku cetakan. Aku sangat menyukai buku cetakan karyaku itu. Bisa disentuh dan bisa menjadi buah tangan yang manis untuk orang lain.
Ketika penyimpanan data sangat luar biasa berkembang, pada dasarnya manusia tidak membutuhkan sebanyak itu untuk dirinya sendiri dan mengabadikan karya-karyanya. Apalagi karya yang benar-benar orisinil.@
Tag: Cerpen