IKG Kaltim Menurun, Shemmy: Ini Negatif

Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Shemmy Permata Sari. (Foto Nai/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Naiknya Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Kalimantan Timur (Kaltim) 202, cerminan bahwa kesetaraan gender tengah surut, memukul logika pembangunan yang selama ini digembar-gemborkan.

“Ini tren yang sangat negatif,” kata Shemmy Permata Sari, anggota DPRD  Kaltim ketika diminta tanggapannya atas  berita resmi statistik yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim melaporkan  Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Kaltim 2024 pada angka 0,441, naik naik 0,027 poin dibanding tahun sebelumnya.

Salah satu faktor penyebab menurunnya IKG di Kaltim menurut BPS adalah menurunnya jumlah anggota legislatif dari perempuan di Pemilu 2024.

baca juga:

BPS Laporkan IKG Kaltim 2024 Turun Dibandingkan Tahun 2023

Menurut Shemmy, sebagai perempuan, dia menyadari betapa sulitnya ruang bagi kaumnya untuk setara dengan laki-laki, dalam artian mengisi jabatan-jabatan yang secara tradisional diisi laki-laki.

“Banyak hal yang menyebabkan kesetaraan gender  sulit dicapai, seperti kurangnya pemberdayaan di berabagi bidang profesi. Itu yang menyebabkan minimnya perempuan di pemerintahan, tingginya pernikahan dini, buruknya kesehatan reproduksi, dan terbatasnya perempuan dalam pengambilan keputusan,” ujar Shemmy saat di hubungi melalui telepon, Kamis (8/5/2025).

Angka IKG sejatinya mengukur disparitas antara laki-laki dan perempuan di tiga dimensi utama: kesehatan reproduksi, pemberdayaan, dan partisipasi dalam dunia kerja. Semakin mendekati angka 1, semakin timpanglah kondisi antara laki-laki dan perempuan.

Di Kalimantan Timur, angka 0,441 berarti bahwa setengah dari potensi perempuan masih terkekang dalam struktur yang tidak memberi ruang setara.

Data BPS menyebutkan, masih banyak perempuan di Kaltim yang tidak dapat mengakses layanan kesehatan reproduksi secara optimal. Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan juga jauh di bawah laki-laki.

Lebih ironis lagi, keterwakilan perempuan di posisi pengambil keputusan, baik di pemerintahan maupun sektor swasta, stagnan bahkan menurun di beberapa wilayah kabupaten/kota.

“Apa yang disampaikan BPS terkait IKG adalah alarm keras yang tak bisa diabaikan.  Kalau dibiarkan, ini bukan hanya soal perempuan yang tertinggal. Ini soal pembangunan yang pincang,” katanya.

Menghadapi kondisi kesetaraan gender terkini itu, Shemmy mengaku akan lebih giat lagmendukung keterlibatan perempuan di berbagai bidang secara konkret.  Mendesain ulang program-program pemberdayaan agar tidak berhenti di pelatihan menjahit atau memasak, tapi masuk ke ranah yang lebih strategis: kewirausahaan, teknologi, politik, dan pengambilan keputusan.

“Sudah saatnya program pemberdayaan perempuan tidak lagi bersifat simbolik. Perempuan harus masuk ke ruang-ruang yang menentukan arah kebijakan,” ujarnya.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya penguatan edukasi reproduksi bagi remaja, agar angka pernikahan dini yang ikut menyumbang ketimpangan gender, mendorong keterwakilan perempuan di setiap level kebijakan, baik di desa maupun kota.

“Kalau perlu, buat kuota yang lebih ketat untuk keterlibatan perempuan dalam struktur pemerintahan dan lembaga desa,” pungkasnya.

Penulis : Nai | Editor : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim

Tag: