Andi Satya: Kamar Rumah Sakit Penuh Itu Nyata, bukan Alasan Semata

Ilustrasi. Pasien di IGD sambil menunggur dapat kamar rawat inap. (Foto Istimewa)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Fenomena antrean pasien yang panjang di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebelum masuk ke kamar rawat inap sebuah rumah sakit sering kali menimbulkan pertanyaan dari masyarakat.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra, memberikan penjelasan mendalam dan menegaskan bahwa, keterbatasan ruang dan sumber daya di rumah sakit adalah fakta yang nyata, dan itu menyebabkan pasien tidak bisa cepat dapat kamar.

“Rumah sakit penuh itu nyata, bukan alasan, Sering kita dengar keluhan, ‘kok di ruang rawat sana kosong tapi dibilang penuh?’ Nah, perlu diketahui, tidak semua ruangan bisa dipakai untuk semua pasien.” ungkapnya saat di hubungi, Jumat (2/5/2025).

Ia menjelaskan bahwa rumah sakit mengatur ruang rawat berdasarkan jenis kelamin, usia, kondisi penyakit, hingga tingkat infeksi. Misalnya, jika ruangan kosong itu adalah untuk pasien perempuan, maka tentu tidak bisa diisi oleh pasien laki-laki. Begitu juga sebaliknya.

“Masa mau dicampur laki-laki dan perempuan dalam satu ruang rawat? Atau ruang perawatan infeksi digunakan untuk pasien yang non-infeksi? Itu justru membahayakan,” jelasnya.

Andi menambahkan bahwa manajemen rumah sakit saat ini sudah memiliki sistem alokasi tempat tidur yang ketat dan penuh pertimbangan, termasuk dalam menjaga keselamatan dan kenyamanan pasien.

Masyarakat, menurutnya, sering salah paham karena hanya melihat dari luar. Padahal, pertimbangan medis dan teknis di balik penempatan pasien sangat kompleks.

“Kita harus lihat kasus per kasus, tidak bisa digeneralisasi,” ujarnya.

Selain ruang rawat inap, Andi juga menyebut bahwa antrean untuk tindakan operasi di sejumlah rumah sakit memang terjadi, terutama pada spesialisasi tertentu.

“Misalnya pasien kanker usus, jumlah dokternya terbatas, kadang hanya dua orang. Dalam sehari, mereka mungkin hanya bisa operasi dua atau tiga pasien agar kualitas tindakan tetap terjaga. Kalau dipaksakan lebih, risikonya besar baik untuk pasien maupun tenaga medis,” paparnya.

Menurutnya, bukan berarti rumah sakit tidak mau melayani lebih banyak pasien, tetapi kapasitas tenaga medis dan fasilitas memang ada batasnya.

“Dokter juga manusia. Kalau terlalu diforsir, mereka bisa kelelahan dan pelayanan bisa menurun kualitasnya,” kata Andi.

Andi menekankan perlunya peningkatan edukasi kepada masyarakat agar memahami realita di balik pelayanan rumah sakit. Dengan begitu, masyarakat tidak mudah curiga atau salah paham saat menghadapi situasi darurat di fasilitas kesehatan.

“Mari kita bangun kepercayaan. Rumah sakit tidak sedang mempersulit, mereka justru sedang berusaha menjaga keselamatan semua pasien,” pungkasnya.

Penulis : Nai | Editor : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim

Tag: