Anggota DPR: Dari 29 Juta Remaja Hanya 8 Juta Masuk Perguruan Tinggi

Anggota Komisi X DPR RI Djohar Arifin Husin. Foto: Devi/Man

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Anggota Komisi X DPR RI Djohar Arifin Husin menyampaikan keprihatinannya terhadap besarnya angka data remaja yang tidak melanjutkan pendidikannya dari sekolah menengah atas ke jenjang perkuliahan.

Menurutnya, hal ini menjadi perhatian serius bagi Komisi X DPR RI dan pemerintah untuk menyediakan pilihan dan jaminan pendidikan yang baik bagi anak bangsa.

“Nah, kita tahu bahwa umur di dalam sensus, umur 18-20 tahun itu pemuda remaja kita itu ada 29 juta. Tetapi yang masuk ke kampus hanya sekitar 8 juta. Jadi ada 21 juta yang sebaya kalian ini yang nasibnya ya kita tidak tahu,” kata Djohar saat Rapat Dengar Pendapat Umum Panja Perguruan Tinggi Komisi X DPR RI dengan Kelompok/Komunitas Mahasiswa Berprestasi di Ruang Rapat Komisi X DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (1/2/2023).

“ Itu menjadi keprihatinan kita untuk memikirkan mereka-mereka bagaimana masa depan mereka bisa lebih baik dari kita,”  sambungnya.

Djohar menilai, salah satu kunci keberhasilan dalam dunia pendidikan di dunia adalah dimasukkannya pendidikan karakter di sekolah. Ia kemudian mengambil contoh perbandingan pola dan suasana pendidikan di luar negeri dengan di dalam negeri, yang dinilainya sangat jauh berbeda.

”Anda bisa lihat di Barcelona, bagaimana kehidupan mereka dan juga di Malaysia. Di Malaysia kita lihat bagaimana kelakuan mereka sehari-hari dengan kondisi kita di Indonesia ini sungguh sangat berbeda. Kok mereka bisa begitu? Kok kita nggak bisa begitu? Kenapa? Karena pendidikan karakter ini mereka utamakan. Pendidikan karakter ini mereka utamakan dari mulai sekolah rendah. SR itu mereka Sekolah Rendah, di kita Sekolah Dasar, itu sudah dimulai bagaimana disiplin-disiplinnya,” terangnya.

Djohar kembali menukil sebuah penelitian yang menyebutkan anak kelas 4 SD di Indonesia mata pelajarannya sama dengan kelas 6 SD di Jepang. Hal ini dinilai terlalu berat, dan Djohar juga menegaskan pendidikan karakterlah yang harus menjadi utama ketika sekolah dasar.

”Di Jepang kelas 6, tapi mereka mendahulukan pendidikan karakter. Jadi coba sampaikan kepada Saudara Menteri, coba nanti pergi ke Jepang, ketemu anak-anak TK berkumpul, coba buang tisu pura-pura tak sengaja. Pasti ada anak TK itu yang mengambilnya, membuang ke tempat sampah. Mereka sudah dipelajari. Kita dari mobil mewah, keluar kulit kacang, bungkus rokok, karena tidak pernah dipelajari,” tutupnya.

Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan

Tag: