Anggota DPR Pertanyakan Tata Cara Penetapan HGBT Dalam Permen ESDM

Anggota Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga saat mengikuti rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, Arifin Tasrif di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (2/2/2023). Foto: Dep/nr

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Anggota Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga mempertanyakan tata cara penetapan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang ada dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Noomor 15 Tahun 2022.

“Dari tujuh sektor industri yang diberikan harga gas 6 dollar Amerika Serikat dalam Permen tersebut, kenyataannya hanya industri pupuk saja yang mendapatkannya,” ujar Lamhot di sela-sela rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, Arifin Tasrif di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (2/2).

Menurut Lamhot, urgensi dikeluarkannya Permen tersebut yang sejatinya merupakan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) No.121 tentang HGBT itu, adalah dalam rangka menciptakan kemudahan berusaha serta program hilirisasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi untuk peningkatan daya saing industri kita. Hingga pada akhirnya ditetapkan tujuh sektor Industri.

Perpres 121 yang kemudian diturunkan menjadi Permen No.15/2022 itu ada 7 sektor Industri, tapi, kan, kenyataannya tidak begitu, yang mereka kasih harga gas 6 dolar itu hanya industri pupuk. Sedangkan industri lainnya termasuk petrochemical kita tetap harganya sesuai market.

“Menteri ESDM dalam penetapan harga gas itu jelas tidak berkeadilan, mereka hanya melihat pupuklah yang perlu dibantu dengan harga gas 6 dollar. Tapi, setelah diberikan harga demikian, kapasitas pupuk masih sama. Masalah kelangkaan pupuk masih ada, masyarakat masih kesulitan mendapat pupuk. Pertanyaannya, ke mana 6 dolar tersebut?” ujarnya.

Sementara, lanjutnya, enam industri lainnya, termasuk industri petrochemical, karena tidak mendapat harga gas enam dolar, menjadi tidak tumbuh. Industri petrochemical Indonesia kalah dengan Singapura yang jelas-jelas tidak memiliki sumber daya energi. Sedangkan Indonesia punya sumber daya, tapi tidak tumbuh industrinya.

Kenapa demikian? Lamhot melihat Industri petrochemical Indonesia tidak kompetitif, gasnya mahal. Padahal, tujuan Perpres No.121, yang turunannya Permen No.15 itu, tujuannya supaya industri kita berdaya saing, khususnya di tujuh sektor industri itu.

Oleh karena itu, politisi dari Fraksi Partai Golkar ini meminta Permen No.15  itu direvisi, agar tetap konsisten realisasikan harga gas 6 dollar kepada seluruh tujuh sektor industri yang sudah ditetapkan.

Ketujuh sektor industri yang mendapat penetapan HGBT dalam Permen ESDM tersebut adalah industri pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet.

Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan

Tag: