Anggota DPR RI Puji BPR Milik Pemerintah Kabupaten Bojonegoro

Anggota Komisi XI DPR RI Farida Hidayati. Foto: Geraldi/Man

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Anggota Komisi XI DPR RI Farida Hidayati memuji Bank Perekonomian Rakyat (BPR) milik Pemerintah Kabupaten Bojonegoro yang memberikan pinjaman modal usaha berbunga rendah, hanya 0,03% kepada pelaku UMKM di daerahnya.

Hal ini disampaikannya mengingat banyak pinjaman ilegal yang mulai sporadis di kalangan masyarakat bawah dan menjerat dengan bunga tinggi.

“Terkait dengan literasi perbankan di Blora ini kan tadi saya lihat ada BPR Blora Artha yang di bawah Pemkab. Mungkin untuk mengurangi ‘bank titil’. Saya kemarin melihat perkembangan yang luar biasa, ketika di Bojonegoro diterapkan adanya suku bunga yang rendah kepada masyarakat UMKM-UMKM kecil,” ujar Farida saat menerima audiensi dari Pemerintah Kabupaten Blora di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (09/02/23).

Legislator Dapil Jawa Timur IX itu juga mendorong agar pemerintah daerah memberikan subsidi bunga kepada pinjaman yang diberikan oleh BPR kepada UMKM. Harus ada campur tangan pemerintah daerah agar masyarakat dengan pinjaman kecil tersebut bisa beralih ke lembaga keuangan formal.

“Tentunya saya pasti akan mendorong BPR yang miliknya daripada Pemkab itu, saya dorong untuk memberikan subsidi bunga terhadap masyarakat. Kalau tadi disampaikan yang di Blora itu kan (bunganya) 0,09 persen tapi kalau di Bojonegoro itu (bunganya) 0,03 persen, dan itu (BPR) memang efektif sekali untuk menekan adanya bank-bank yang ilegal. Jadi itu yang saya dorong untuk subsidi bunga. Harus ada campur tangan Pemkab,” ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut.

Diketahui, bank titil adalah terminologi yang ditujukan bagi ‘bank keliling’ di wilayah Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. Di kawasan Solo dan Yogyakarta dikenal pula dengan istilah bank plecit. Sedangkan di kawasan Jawa Barat disebut dengan bank emok.

Bank keliling sendiri merujuk pada jasa pembiayaan informal yang menyasar masyarakat menengah ke bawah dan bukan bagian dari lembaga keuangan yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Disebut sebagai ‘bank keliling’ karena bisanya akan menyalurkan pinjaman atau menagih angsuran dengan cara berkeliling dari satu rumah ke rumah.

Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan

Tag: