Angka Stunting Global 22,3 Persen Masih Tergolong Tinggi

Foto halodoc.

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Sebagai negara kepulauan yang kaya akan keberagaman budaya dan sumber daya alam, Indonesia, menghadapi berbagai tantangan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Salah satu aspek kesejahteraan yang menjadi fokus perhatian utama adalah status gizi balita (bayi di bawah lima tahun). Hal ini dikarenakan, status gizi balita menjadi elemen utama dalam membangun fondasi masa depan negara yang sehat, unggul, dan berkualitas.

Melihat pentingnya hal tersebut, ulasan lebih dalam mengenai status gizi balita di Indonesia menjadi penting agar dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan berbagai rancangan kebijakan yang tepat sasaran, efektif, dan berkelanjutan.

“Dalam hal ini, indikator yang digunakan untuk mengukur perkembangan status gizi balita dan akan diulas lebih jauh adalah prevalensi stunting. Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi utama yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang di dunia, termasuk Indonesia,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Timur (Kaltim), Dr. Yusniar Juliana, S.ST, MIDEC dalam laporan berjudul “Analisis Isu Terkini Provinsi Kalimantan Timur 2023” yang dipublish Desember 2023.

Sumber: https://www-who-int.translate.goog/.

Menurut Yusniar, stunting menjadi suatu permasalahan gizi karena selain dapat menghambat tumbuh kembang anak dan rentan terhadap penyakit, namun juga dapat mempengaruhi perkembangan otak yang membuat kecerdasan anak tidak maksimal.

Hal ini nantinya akan berisiko mengurangi produktivitas seseorang pada saat dewasa. Menurut World Bank (2014), setiap tahunnya stunting dan masalah gizi lainnya berkontribusi terhadap kehilangan setidaknya 2–3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

“Berdasarkan data World Health Organization (WHO), secara global prevalensi stunting mencapai 22,3 persen pada tahun 2022. Angka ini masih tergolong tinggi karena berada diantara 20 hingga kurang dari 30 persen,” demikian Yusniar.

Sumber: https://www-who-int.translate.goog/

Jika melihat ke belakang, prevalensi stunting secara global terus menunjukkan perbaikan. Namun meskipun mengalami perbaikan, prevalensi stunting global tersebut belum mencapai target yang telah ditetapkan.

Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan stunting masih merupakan permasalahan yang cukup kompleks dan memerlukan upaya cukup keras dan ekstra dari berbagai pihak untuk menurunkan angka stunting tersebut.

Stunting di Indonesia

Pendataan terkait stunting di Indonesia sendiri dimulai sejak tahun 2007 melalui Riskesdas. Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia berada pada kisaran 36,8 persen. Angka ini kemudian mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 35,6 persen.

Pada tahun 2013, prevalensi stunting di Indonesia mengalami peningkatan menjadi 37,2 persen dan merupakan yang tertinggi sejak Riskesdas dilaksanakan. Setelahnya, kasus stunting mulai menjadi perhatian khusus bagi pemerintah sehingga berbagai kebijakan telah dilaksanakan untuk mengurangi atau menekan angka stunting di Indonesia.

Diktakan Yusniar, hal ini dapat ditunjukkan dengan cenderung mulai menurunnya angka prevalensi stunting di Indonesia sejak 2016. Sama halnya dengan kondisi secara global, prevalensi stunting di Indonesia juga masih cukup tinggi dan belum mencapai target yang telah ditetapkan.

“Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6 persen. Angka prevalensi stunting ini mengalami penurunan jika dibandingkan hasil SSGI tahun sebelumnya yang mencapai 24,4 persen,” katanya.

Dalam 8 tahun terakhir sejak 2014, prevalensi stunting terus menurun secara konsisten. Rata-rata penurunan prevalensi stunting di Indonesia sejak tahun 2014 hingga 2022 adalah 1,79 persen.

Penurunan signifikan terjadi pada tahun 2019 yaitu sebesar 3,1 persen. Namun, penurunan ini masih belum mencapai target RPJMN yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Percepatan penurunan stunting pada Balita adalah program prioritas Pemerintah sebagaimana yang termasuk dalam RPJMN 2020-2024.

Target nasional pada stunting pada tahun 2024 adalah prevalensi stunting Indonesia pada tahun 2024 menjadi 14 persen. Untuk mencapai target RPJMN tersebut maka rata-rata penurunan prevalensi stunting tiap tahunnya perlu mencapai 2,7 persen.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: