APNI: Indonesia Seharusnya Menjadi Penentu Harga Nikel

Nikel Indonesia. Foto Kementerian ESDM.

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan, Indonesia sebagai penghasil nikel terbesar dunia sudah seharusnya bisa menjadi salah satu penentu harga nikel.

“Indonesia sudah memiliki harga patokan mineral (HPM) nikel. Hal ini telah diatur Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Permen ESDM Nomor 07 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara. Namun, harga bijih nikel Indonesia melalui HPM memiliki perbedaan sekitar 40 persen dibandingkan harga international,” ujar Meidy hari Jum’at (31/1/2025).

Meidy mengutarakan, rata-rata HPM untuk bijih nikel dengan kadar 1,8 persen hanya sebesar USD 36/mt pada 2024. Sementara itu, rata-rata harga internationalnya adalah sebesar USD 63/mt pada periode yang sama.

Lebih lanjut, kesenjangan (gap) harga bijih nikel melalui HPM dibandingkan dengan harga internasional secara keseluruhan mencapai USD 6,36 miliar sepanjang 2024. Di sisi lain, nilai ekspor produk turunan nikel (Matte, MHP, NPI, Cathode, Ni Sulphate) pada Januari – November 2024 sebesar USD 20,28miliar.

”Salah satu tantangan perdagangan nikelglobal saat ini adalah industri yang mengharuskan penerapan kerangka lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, andgovernance/ESG). Pada 2027, Uni Eropa mewajibkan setiap baterai yang masuk ke Uni Eropa memiliki paspor baterai yang salah satu parameter penilaiannya adalah ESG. Hal ini harus menjadi perhatian kita bersama dalam upaya memperluas ekspor nikel ke pasar global,” jelas Meidy.

Meidy menambahkan, saat ini, Indonesia memiliki 395 izin usaha penambangan(IUP) nikel dengan pabrik olahan nikel untuk pirometalurgi sebanyak 49 perusahaan dan hidrometalurgi sejumlah enam perusahaan. Adapunperusahaan yang masih dalam tahap konstruksi pembangunanpabrik peleburan (smelter) nikel berjumlah 40 perusahaan.

Bagi Meidy, langkah untuk menjadikan nikel sebagai subjek kontrak berjangka di Bursa Berjangka Indonesia diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam ekosistem perdagangan nikel nasional.

“Seiringdengan berkembangnya industri nikel di Indonesia dan besarnya kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional, PBK nikel diharapkan memberikan dampak positif dalam empat aspek. Keempat aspek tersebut yaitu, transparansi harga, transaksi melalui perbankan Indonesia, identifikasi proses bisnis, dan manajemen risiko harga,”ungkap Meidy.

Sekretaris Bappebti merangkap Plt. Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan PBK Olvy Andrianita berujar, Bappebti tengah fokus untuk memasukkan nikel dalam Peraturan Bappebti. Dengan demikian, Peraturan Bappebti (Perba) Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Perba Nomor 3 Tahun 2019 tentang Komoditi yang dapat Dijadikan Subjek Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif Lainnya yang Diperdagangkan di Bursa Berjangka akan segera direvisi.

“Selanjutnya,Bappebti akan melakukan reviu atas peraturan kontrak berjangka dan spesifikasi kontrak nikel yang diajukan proposalnya oleh bursa berjangka di Indonesia yang telah mendapat persetujuan dari Bappebti. Targetnya, nikel akan masuk sebagai subjek kontrak berjangka untuk diperdagangkan di bursa berjangka di Indonesia pada tahun ini,” pungkas Olvy.

Sumber: Siaran Pers Kementerian Perdagangan | Editor: Intoniswan

Tag: