Badiwa, Sastra Tradisi Barrau yang Hampir Punah

Hj Inni Ammas Maimunah, salah satu dari tiga si Badiwa (penutur Badiwa) yang usianya sudah hampir 70 tahun (istimewa)

TANJUNG REDEB.NIAGA.ASIA — Kalimantan Timur banyak memiliki sastra tradisi lisan yang mana dalam obyek pemajuan kebudayaan (OPK) disebut tutur lisan. Namun patut disayangkan, sebagian besar hampir punah lantaran kurangnya perhatian dari pemerintah dan sedikitnya penutur yang mampu membawakan sastra tradisi lisan itu.

Salah satu dari tutur lisan itu, menurut budayawan Berau Saprudin Ithur, adalah sastra tradisi Berau, Badiwa yang bertahan hidup di kalangan masyarakat Desa Sungai Babanir Bangun, Kecamatan Sambaliung, Berau.

“Badiwa itu sastra kuno ‘urang Barrau’ Badiwa ini memiliki nilai sastra tinggi dan di dalamnya mengandung pesan-pesan moral yang disampaikan melalui nyanyian si Badiwa (orang yang menyanyikan),” kata Saprudin Ithur kepada media ini.

Diuraikan Sapruddin Ithur yang juga sekretaris DKD Berau ini, Badiwa berasal dari kata ‘Diwa‘ (dialek bahasa Banua’ untuk sebutan ‘Dewa’), kemudian ditambah dengan kata ‘Ba‘ (dialek bahasa Banua’ untuk ‘ber’). Dalam bahasa Indonesia berarti ‘berdewa‘.

Dan ternyata sastra tradisi Badiwa itu dalam praktiknya berhubungan erat dengan ‘kehidupan para Dewa‘.

Si Badiwa ketika membawakannya berisi nyanyian kisah para Dewa di khayangan,” katanya, seraya menyampaikan, ketika si Badiwa melantunkannya diiringi rebana atau terbang yang berukuran besar.

Bahasa pengantar yang digunakan menggunakan bahasa asli Banua‘ yang sulit dimengerti orang kebanyakan. Banyak idiom-idiom yang menggunakan ‘bahasa khayangan’ yang berbeda dengan bahasa Banua’ sehari-hari. Sehingga masyarakat kerap menyebut bahasa yang digunakan dalam Badiwa itu ‘bahasa Dewa’.

Kendatipun ada kendala pemahaman dalam bahasa pengantar, masyarakat Berau, khususnya yang bermukim di Desa Sungai Babanir Bangun dan sekitarnya sering mengundang si Badiwa dalam hajatan perkawinan, khinatan dan perayaan lainnya untuk tampil.

Konon ceritanya, Badiwa punya nilai mistis bagi pasangan suami istri yang sekian tahun belum punya keturunan, manakala mengundang Badiwa tampil, maka tidak lama setelah itu, terdengar kabar sang istri pasangan itu mengandung.

“Perlu ada perhatian dari pemerintah dalam hal pelestarian Badiwa dalam bentuk mendokumentasian, pelatihan, dukungan dana dan pengembangannya kalau tidak ingin Badiwa sebagai warisan budaya tak benda yang bernilai tinggi, punah,” ujarnya.

Di Berau sekarang ini hanya memiliki tiga orang yang mampu membawakan Badiwa, Hj Inni Ammas Maimunah, Inni Lawiyah dan Inda Tak (Inda Illak). Sekarang tiga si Badiwa ini sudah berumur di atas 50 tahunan. Hingga kini belum ada generasi pewaris tiga si Badiwa yang usianya lebih muda.

Penulis : Hamdani | Editor : Saud Rosadi

Tag: