JAKARTA.NIAGA.ASIA – Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA) yang modern dan maju adalah pasar yang memiliki volume dan likuiditas yang besar, segmen pelaku yang variatif, pasar yang stabil dan efisien, didukung infrastruktur pasar yang saling terinterkoneksi, memiliki interoperabilitas dan terintegrasi.
Untuk itu, Bank Indonesia bersinergi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan perbankan membentuk dan mengembangkan Central Counterparty (CCP).
Demikian mengemuka dalam peluncuran CCP di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing yang mengangkat tema “Implementasi CCP untuk Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing Indonesia Yang Modern dan Maju”, pada hari Senin (30/9), di Jakarta.
Peluncuran CCP ini adalah wujud dari pemenuhan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang memberikan mandat kepada Bank Indonesia untuk mengatur, mengembangkan, dan mengawasi Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing, termasuk Infrastruktur Pasar Keuangan (IPK).
Peluncuran ini juga merupakan pemenuhan komitmen G20 Over the Counter (OTC) Derivatives Market Reform serta capaian dari implementasi Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan (SN PPPK) dan Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menekankan bahwa CCP khusus derivatif Suku Bunga Nilai Tukar (SBNT) siap diimplementasikan guna mengakselerasi pendalaman Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing, serta mendukung transmisi kebijakan moneter sehingga meningkatkan kapasitas pembiayaan perekonomian.
“Bank Indonesia memberikan status Qualifying CCP (QCCP) kepada CCP, yang dinilai telah memenuhi standar internasional (Principles for Financial Market Infrastructures) dan juga telah mengakomodasi penyelesaian secara close-out netting,” ujarnya.
Lebih lanjut, pada tahap awal implementasi, CCP akan difokuskan pada instrumen DNDF dan Repo, dengan implementasi penambahan produk yang akan diperluas secara bertahap mempertimbangkan volume transaksi dan kesiapan pasar, termasuk infrastruktur.
Menurut Perry, implementasi CCP diharapkan dapat mengakselerasi peningkatan volume rata-rata harian transaksi valuta asing dari saat ini sebesar USD9 miliar (year-to-date) menjadi di atas USD10 miliar pada tahun 2025.
Sejalan dengan hal tersebut, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menekankan bahwa OJK berkomitmen penuh mendukung implementasi CCP dengan mengizinkan perbankan melakukan penyertaan modal kepada CCP.
“Hal ini diharapkan dapat memperkuat permodalan CCP sehingga meningkatkan kesinambungan bisnis KPEI sebagai CCP.”
Dikatakan Mahendra, OJK juga mendukung implementasi CCP dengan menerbitkan Peraturan OJK yang relevan antara lain ketentuan terkait kewajiban penyediaan modal minimum bank umum, ketentuan terkait perhitungan permodalan untuk eksposur bank terhadap lembaga CCP dan ketentuan terkait persyaratan margin untuk transaksi derivatif yang tidak dikliringkan melalui lembaga CCP.
“Penerbitan memastikan kesiapan perbankan mengkliringkan transaksinya di CCP melalui insentif margin collateral dan permodalan,” ujarnya.
CCP merupakan salah satu infrastruktur pasar keuangan bersifat sistemik, yang menjalankan kliring dan melakukan pembaruan utang (novasi) atas transaksi anggotanya. Sebagai tahap awal implementasi CCP, terdapat 8 bank yang diikutsertakan serta BEI sebagai pemegang saham existing KPEI yaitu Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Permata, Danamon, dan Maybank.
Ke depan, untuk kesinambungan CCP di Indonesia yang tetap mengikuti praktik terbaik global, seluruh pemangku kebijakan dan pelaku pasar diharapkan terus bersinergi untuk mengakselerasi upaya pendalaman pasar keuangan, menjaga stabilitas sistem keuangan, berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi domestik, serta dapat berkompetisi di pasar regional.
Sumber: Departemen Komunikasi Bank Indonesia | Editor: Intoniswan
Tag: Bank Indonesia