NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Pengusaha Agen Premium Minyak dan Solar (APMS) di pulau Sebatik, mendatangi gedung DPRD Nunukan menyampaikan keluhan atas maraknya beredar Bahan Bakar Minyak (BBM) Malaysia sekelas Pertamax dijual lebih murah dibanding Pertalite Pertamina.
“BBM produk Malaysia semakin marak masuk dimulai bulan November 2022 berlanjut hingga bulan ini tahun 2023,” kata pemilik APMS Cahaya Soppeng, Hj. Yuliani dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Nunukan, Jum’at (03/02/2023).
RDP yang dipimpin wakil Ketua DPRD Nunukan H. Saleh dihadiri sejumlah anggota DPRD Nunukan, Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Nunukan Sabri, Kepala Bagian Ekonomi Setkab Nunukan, Rohadiansyah, perwakilan Polres Nunukan dan perwakilan Lanal Nunukan
Yuliani menuturkan, beredar BBM Malaysia berpotensi merugikan para pengusaha APMS di perbatasan Indonesia-Malaysia, di pulau Sebatik, karena kuota pengambilan BBM terus menurun dalam 4 bulan terakhir ini.
“Penjualan BBM di APMS menurun drastis, hingga70 persen. Dulunya kapal kami biasa pengambilan di Tarakan sekitar 300 ton per bulan sekarang sisa 120 ton per bulan,” sebutnya.
Dengan menurunnya omset tiap APMS di Sebatik, pendapatan negara dari PPh Pasal 22 akan ikut menurun, karena pungutan pajak dihitung saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery order).
Dampak – dampak kerugian seperti ini harus dipikirkan bersama sebab, jika dibiarkan terus berlanjut, tidak menutup kemungkinan pengusaha APMS merugi dan negara dirugikan akibat berkurangnya pendapatan pajak final dari BBM.
“Pengusaha APMS dikenakan juga pajak transportasi, jadi ada 2 pendapatan pajak negara menurun apabila pembelian BBM di APMS turun,” jelasnya.
Masuknya BBM Malaysia ilegal yang dijual dipinggiran jalan seharga Rp 10.000 per botol secara perlahan akan mengurangi penjualan BBM di tiap APMS Sebatik, meski harga Pertalite sama-sama Rp 10.000 per liter.
Kios-kios atau sub koordinator yang selama ini bekerjasama dengan APMS mulai menghentikan perjanjian kontrak kerja lantaran penjualan BBM Pertalite kalah bersaing, begitu pula bagi penyalur Pertamina berskala kecil non subsidi seperti Perthashop.
“BBM Malaysia itu ron 95 sekelas Pertamax dijual eceran Rp 10.000 per liter, sedangkan kios-kios jual BBM Pertalite Rp 11.000 per liter, apalagi botolan sampai Rp. 13.000,” jelasnya.
Rekomendasi DPRD
Menanggapi maraknya BBM Malaysia, anggota DPRD Nunukan asal Sebatik Hamsing meminta pemerintah daerah bersama instansi terkait dapat mengatur peredaran BBM ilegal yang dampaknya merugikan pengusaha dan negara.
“Kalau bisa adalah pengawasan agar BBM Malaysia tidak bebas masuk ke Sebatik. Jangan sampai barang ini loss kontrol membahayakan ekonomi pengusaha,” bebernya.
Diakhir pertemuan, Wakil DPRD Nunukan H. Saleh merekomendasikan instansi terkait baik dari pemerintah daerah dan Kepolisian, TNI dan Bea Cukai dapat duduk bersama membahas pengendalian masuknya BBM Malaysia.
Kemudian, pemerintah diminta mengusahakan tiap APMS mendapat kuota BBM tambahan agar kebutuhan masyarakat terpenuhi, penambahan kuota dapat mengatasi kelangkaan terkhusus bagi wilayah pedalaman.
“Saya tidak menyalahkan masyarakat menjual BBM Malaysia karena mereka mencari peluang untuk berusaha, tapi kalau dibiarkan terus jadi masalah,” tuturnya.
Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan
Tag: BBM