Belian, Dari Ritual Menjadi Seni Pertunjukan yang Menawan

Belian sebagai ritual pengobatan.(Foto Istimewa)

SELAMA ini khalayak umum kerap disuguhi Belian sebagai seni pertunjukan. Di banyak pentas seni,  Belian dikreasikan menjadi tarian atau bagian dari seni teater yang mampu memukau penonton lantaran busana, gerak, mistis nya dan musik pengiring yang dinamis.

Padahal oleh masyarakat Dayak, khususnya Dayak Benuaq dan Paser, Belian adalah upacara atau ritual pencegahan atau preventatif bala dan pengobatan yang dilakukan pebelian atau ‘pemeliant’. Ritual Belian memerlukan durasi yang lama. Bisa memakan waktu dua hari.

Sementara manakala menjadi seni pertunjukan tari atau teater, durasi hanya tiga sampai lima menit saja. Pada saat tari kolosal pembukaan PON/XVII 2008, Belian tampil memukau dari sejumlah nomor tari lainnya.

Belian sebagai seni pertunjukan tari. (Foto Istimewa)

Menurut budayawan Roedy Hardjo Widjono, Belian berasal dari kata  ‘lietn’ yang  berarti pantang. Maka Belian berarti ikhtiar manusia untuk mencegah musibah yang menimpa manusia dan alam semesta.  Belian hanya digunakan ritual dengan kehidupan. Sedang berkenaan dengan kematian digunakan istilah ‘wara’ atau ‘sentangih’.

Ragam Belian, kata Roedy Hardjo Widjono yang kerap disapa Romo Roedy ini adalah : ‘bawo’, ‘beneq’, ‘lowongan’, ‘dusun’, ‘jamu’, ‘kedusan’, ‘melas’, ‘dewa’, ‘nular’, ‘kenyong’, ‘pantun’,  ‘ranteu/baraha bagantar’, ‘semur’, ‘sentiyu’, ‘serupai’, ‘sipung’, ‘timek’, ‘tuung’ ‘puntung’, ‘gugu taunt’ dan ‘kalian taunt’.

Sebagai ritual pengobatan dan harmonisasi semesta, untuk preventif Belian ‘bawo’, ‘renteu’, ‘beneq’ dan ‘timek’. Untuk pengobatan mencakup ‘bawo’, ‘dewa’, ‘jamu’, ‘kedusan’, ‘melas’, ‘pantun’, ‘semur’, ‘sentiyu’, ‘serupai’ dan ‘sipung’. Harmonisasi dengan alam Belian ‘nalith taunt’, ‘nukar’, ‘dusun’, ‘kenyong’ dan ‘tuung puntung’.

Pada Dayak Paser ada juga Belian yang menggunakan mantera bahasa ‘Bawo’. Sehingga Belian Paser mirip dengan Belian pada Dayak Benuaq.

Penulis: Hamdani | Editor: Intoniswan

Tag: