
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Balai Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Nunukan, Kalimantan Utara, belum bisa memastikan jadwal pemulangan puluhan korban TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) yang sebelumnya diamankan oleh Bareskrim Polri di Nunukan.
“Kita tunggu sampai proses pemeriksaan Polisi setelah, biasanya antara 1 sampai 2 minggu,” kata Koordinator Perlindungan Pekerja Migran Indonesia pada BP2MI Nunukan, Asriansyah pada Niaga.Asia, Kamis (08/05/2025).
Korban TPPO ini sebelumnya hendak diberangkatkan calon tenaga kerja secara ilegal atau nonpresudural ke Malaysia untuk jadi pekerja di perkebunan, melalui Nunukan atau Sebatik. Sekarang korban menempati kamar-kamar hunian dan di aula di BP2MI Nunukan.
Calon pekerja migran ilegal ini diselamatkan Satgas Penegakan Hukum Desk Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Direktorat PPA-PPO Bareskrim Polri. Korban yang diserahkan ke BP2MI Nunukan berjumlah 77 orang, masing-masing 59 orang laki-laki, 15 orang perempuan, dan 2 anak laki-laki dan 1 anak perempuan.
“Dari 77 orang ini, terdapat 8 orang akan diizinkan berangkat ke Malaysia, karena memiliki paspor, visa kerja, jaminan kerja dari perusahaan dan surat cuti dari perusahaan,” sebutnya.
Keberangkan bagi 8 calon pekerja migran legal itu ke Malaysia melalui pelabuhan resmi Nunukan setelah mampu melengkapi kartu jaminan kesehatan dari BPJS dan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN).
“Delapan pekerja itu lagi cuti kerja dan pulang ke Indonesia, waktu hendak kembali ke Malaysia, terjaring dalam pengawasan tim TPPO Bareskrim Polri,” ujar Asriansyah.
Terhadap korban TPPO lainnya sebanyak 69 orang, Asriansyah menerangkan, BP2MI akan memberikan perlindungan selama proses pemeriksaaan dengan menyiapkan tempat tinggal, termasuk kebutuhan makan sebanyak 3 kali sehari.
Menurut Asriansyah, saat ini, seluruh korban sedang menjalani scanning oleh tim BP2MI Nunukan untuk memastikan identitas dan daerah asalnya, kemudian diwawancarai untuk mengetahui siapa-siapa saja yang hendak pulang ke daerah asalnya atau tetap ingin tinggal di Nunukan.
“Korban yang punya keluarga di Nunukan bisa tetap disini, sedangkan yang tidak punya keluarga dipulangkan ke daerah asal,” tuturnya.
Selain itu, korban yang tetap ingin berangkat ke Malaysia, diminta untuk melengkapi dokumen sesuai aturan ketenagakerjaan dan keberangkatan diusahakan melalui jasa resmi penyalur tenaga kerja.
Terlepas dari kewajiban memenuhi persyaratan dokumen, tiap korban yang hendak ke Malaysia, disarankan mengikuti pembinaan keterampilan sesuai bidang kerja yang dibutuhkan perusahaan di Malaysia.
“Memenuhi persyaratan ini sangat penting agar kehidupan mereka disana mendapat perlindungan sesuai hukum,” terang Asriansyah.
Pemulangan PMI ke daerah bukanlah langkah efektif menghentikan niat warga Indonesia untuk berangkat bekerja secara ilegal di Malaysia. Tidak sedikit rombongan pekerja yang hendak dipulangkan ke daerahnya menggunakan kapal laut, sudah kabur sebelum tiba di pelubuhan daerah asalnya.
“Tahun 2023 pernah dipulangkan 19 orang korban TPPO naik kapal Pelni tujuan Pare-pare, Sulsel. Tapi ketika kapalnya transit di pelabuhan Balikpapan, mereka semua turun kapal tidak diketahui lagi,” jelasnya.
Kaburnya para korban TPPO dari kapal dipastikan maksudnya ingin kembali bekerja di Malaysia. Kejadian dibenarkan seorang perempuan asal Sulsel yang pernah 6 kali masuk dalam rombongan yang dideportasi dari Malaysia ke Nunukan.
Bahkan, kata Asriansyah, BP2MI Nunukan pernah menerima seorang perempuan dengan gangguan jiwa dideportasi dari Malaysia. Setelah dilakukan pemeriksaan, perempuan tersebut dipulangkan ke daerah asalnya.
“Tidak berapa setelah dipulangkan ke Sulsel, perempuan ini masuk lagi dalam rombongan WNI yang dideportasi Malaysia ke Nunukan. Artinya orang kurang waras aja masih bisa lolos berangkat ke Malaysia,”
“Ada istilah sore dideportasi ke Nunukan, pagi besoknya sudah minum coffee di Malaysia. mereka nekat kembali kesana karena keluarganya ada disana,” tutupnya.
Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan
Tag: TPPO