SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Kaltim menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas pemeriksaan kinerja dan kepatuhan semester II tahun 2024 kepada lembaga DPRD dan beberapa kepala daerah di Kaltim, Selasa 24 Desember 2024.
Kepala Perwakilan BPK Kaltim Agus Priyono mengatakan, LHP kinerja dan kepatuhan semester II tahun 2024 ini meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
“Dalam semester kedua ini BPK Kaltim telah melaksanakan pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan kepatuhan,” kata Agus di Auditorium Nusantara Kantor BPK Perwakilan Kaltim, Jalan M Yamin, Samarinda.
Agus menerangkan, terkait pemeriksaan kinerja, ditujukan pada proses pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam mendukung pembangunan nasional 2023.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, Pemprov Kaltim belum sepenuhnya menyelaraskan indikator makro, dan mendukung prioritas nasional.
Pemeriksaan kinerja berikutnya yakni pada pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional (JKN) tahun 2023 dan 2024. Disampaikan, Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) belum sepenuhnya menyediakan pengobatan bagi pasien JKN.
“Hal tersebut akhirnya mengakibatkan pasien JKN tidak mendapat obat, dan mengeluarkan biaya tambahan yang dibebankan pada pasien JKN,” ujar Agus.
Kemudian, BPK Kaltim juga menemukan bahwa Pemerintah Kabupaten Kutai Barat belum sepenuhnya mendapatkan pendapatan klaim dari BPJS Kesehatan untuk mendukung pelayanan di RSUD.
“Hal ini mengakibatkan konsekuensi pengembalian klaim yang telah dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, melalui pemotongan klaim priode berikutnya,” terang Agus.
Selain itu, BPK juga menemukan permasalahan signifikan pada Pemerintah kota Samarinda yang belum sepenuhnya melaksanakan kegiatan pemerosesan akhir yang memadai.
“Hal tersebut terjadi penimbunan sampah di TPA Sambutan,” sebut Agus.
Pemeriksaan berikutnya yakni pemeriksaan kepatuhan. Di mana hasil pemeriksaan BPK yaitu pengeluaran belanja operasional pada KPU Kabupaten Kutai Kartanegara dan KPU Samarinda senilai Rp 6,61 miliar yang belum sepenuhnya disertai dokumen pertanggungjawaban lengkap. Sehingga mengakibatkan realisasi belanja barang tidak dapat diyakini.
“Permasalahan signifikan ini perlu menjadi perhatian bagi KPU Kaltim,” tegas Agus mengingatkan.
Hasil pemeriksaan BPK berikutnya yakni terkait belanja modal gedung dan bangunan RSU Sayang Ibu pada Dinas Kesehatan Balikpapan, belun sepenuhnya memadai sehingga mengakibatkan jangka waktu dan volume pekerjaan berpotensi tidak sesuai dengan rencana kontrak, dan juga hasil pekerjaan berisiko tidak dapat dimanfaatkan tepat waktu.
Selanjutnya permasalahan signifikan yang perlu diperhatikan pemerintah Kabupaten Berau terkait kurangnya volume dan denda keterlambatan pekerja modal jalan, jaringan dan irigasi pada dua organisasi perangkat daerah (OPD), yang mengakibatkan kelebihan pembayaran kekurangan volume pekerjaan belanja modal jalan, jaringan, dan irigasi sebesar Rp 4,17 miliar.
“Hasil pemeriksaan BPK berikutnya yakni Pemerintah Kabupaten Paser. Salah satunya kurangnya volume dan ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan atas belanja persediaan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat pada empat OPD, yang mengakibatkan kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan senilai Rp2,5 miliar,” sebutnya.
Dengan adanya pemeriksaan dan kepatuhan yang termuat dalam LHP ini, Agus optimistis dapat menghasilkan rekomendasi dan kesimpulan yang senantiasa dapat memperbaiki efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan serta tanggung jawab keuangan daerah.
“Bahwa ini merupakan pendekatan dalam pemecahan masalah yang belum sepenuhnya selaras terkait indikator makronya. Mungkin ke depannya, diharapkan perencanaan APBD provinsi bisa selaras dengan kebijakan pusat agar menjadi satu kesatuan,” demikian Agus Priyono.
Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi
Tag: BPKBPK KaltimKeuanganPemprov KaltimSamarinda