BRIN dan JAEA Bahas Kerja Sama Bidang Kenukliran

Perwakilan Nuclear Human Resource Development Center (NuHRDeC) – Japan Atomic Energy Agency (JAEA),  Nakano. (Foto BRIN)

TANGERANG.NIAGA.ASIA – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Nuclear Human Resource Development Center (NuHRDeC) – Japan Atomic Energy Agency (JAEA) membahas Perjanjian Kerja Sama (PKS) bidang kenukliran di Gedung 124 Kawasan Sains dan Teknologi (KST) B.J. Habibie Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (25/1) .

Adanya perubahan organisasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang saat ini telah melebur ke dalam BRIN, maka PKS sebelumnya antara BATAN dengan JAEA sudah tidak relevan lagi. Oleh karena itu perlu dilakukan pembaruan agar kerja sama bidang kenukliran antara BRIN dan JAEA dapat dilakukan secara legal.

NuHRDeC JAEA adalah sebuah lembaga independen yang bergerak dalam penyebarluaskan pengetahuan dasar teknologi nuklir kepada generasi muda melalui program pendidikan dan pelatihan nuklir yang komprehensif. Dalam beberapa tahun terakhir, NuHRDeC secara aktif mengadakan pelatihan dan kerja sama internasional khususnya di Asia, bekerja sama dengan lembaga dan universitas terkait di dalam dan luar negeri.

Perwakilan dari NuHRDeC JAEA, Nakano mengawali pertemuan dengan memperkenalkan program mereka yaitu Instructor Training Program (ITP).

“ITP yang digagas sejak 1996 ini bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia bidang energi nuklir di negara-negara Asia, dengan menggunakan pengetahuan dan pengalaman Jepang dalam penggunaan energi nuklir secara damai. Selain itu juga untuk menjalin dan meningkatkan kerja sama dan jaringan internasional dengan negara-negara peserta,” papar Nakano.

Selanjutnya Nakano menjelaskan bahwa ITP dilakukan di bawah kontrak dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains dan Teknologi Jepang (Monbukagakusho/MEXT). ITP memiliki beberapa tahapan yaitu Instructor Training Course (ITC), Advance ITC (AITC), Follow Up Training Course (FTC) dan seminar-seminar.

“Dari tahapan-tahapan tersebut diharapkan dapat menciptakan tenaga-tenaga pengajar bidang kenukliran yang handal, sehingga tercipta sistem pelatihan mandiri bagi negara-negara peserta, tanpa bantuan Jepang lagi,” kata Nakano.

“AITC dirancang untuk meningkatkan kemampuan peserta FTC. Lulusan ITC wajib mengadakan FTC di negaranya masing-masing. Peserta diharapkan dapat meningkatkan perkuliahan mereka pada FTC dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh pada AITC,” lanjutnya.

Nakano menambahkan bahwa ITC memiliki beberapa tema yaitu tentang Teknik Reaktor, Kesiapsiagaan Penanganan Kedaruratan Nuklir dan Radiasi, dan Pemantauan Radioaktivitas Lingkungan.

“Tentang Teknik Reaktor bertujuan untuk mempelajari pengetahuan dasar dan khusus yang berkaitan dengan teknik reactor. Kesiapsiagaan Penanganan Kedaruratan Nuklir dan Radiasi bertujuan untuk mempelajari bagaimana menanggapi kasus darurat nuklir dan radiasi. Pemantauan Radioaktivitas Lingkungan bertujuan untuk mengembangkan teknik dan kemampuan mengajar tentang pemantauan radioaktivitas lingkungan,” papar Nakano.

Nakano menyampaikan bahwa beberapa negara yang telah mengikuti ITP yaitu Bangladesh, Kazakhstan, Indonesia, Malaysia, Mongolia, Philippines, Thailand, Turkey, dan Vietnam. Bagi peserta ITC yang performanya baik dan berkontribusi aktif pada FTC di negaranya maka akan diundang sebagai pengajar tamu pada ITC.

“Pengajar tamu dari Indonesia tercatat sudah 5 orang sejak tahun 2010 dan yang terbaru adalah Arif Yuniarto, Pengawas Radiasi Ahli Madya dari Direktorat Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset, dan Kawasan Sains Teknologi BRIN pada tahun 2019 lalu,” ujarnya.

Nakano menyimpulkan ITP telah berkontribusi pada pembentukan sistem pelatihan mandiri di negara-negara Asia dengan menciptakan instruktur bidang kenukliran yang matang. Jepang dan JAEA perlu mengambil inisiatif dalam kegiatan pengembangan SDM nuklir untuk lebih meningkatkan keselamatan nuklir di negara-negara Asia.

“Kami berharap dan berusaha untuk lebih berkontribusi pada pemanfaatan energi nuklir yang aman dan damai melalui kegiatan pengembangan SDM nuklir yang efektif dan efisien,” harap Nakano.

Dalam kesempatan ini Plt. Direktur Pengembangan Kompetensi BRIN, Raden Arthur Ario Lelono menjelaskan bahwa program ITP ini sangat memungkinkan untuk dilaksanakan setelah PKS antara JAEA dan BRIN disepakati.

“Jadi ada 2 skema, yang pertama ITC, nanti JAEA akan meng-open call berapa orang dari setiap negara untuk menjadi kandidat pelatihan ini untuk dikirim ke Jepang. Kandidat dari BRIN diputuskan berdasarkan masukan data SDM dari Biro Sumber Daya Manusia (BOSDM) BRIN,” jelas Arthur.

“Setelah mereka selesai, para alumni ini harus mempersiapkan diri untuk FTC. FTC dicreate oleh Direktorat Pengembangan Kompetensi (DPK) BRIN berkolaborasi dengan unit lainnya. BOSDM bertugas melakukan pemetaan SDM yang membutuhkan pelatihan-pelatihan tersebut,” lanjutnya.

Sedangkan terkait undangan, penawaran, maupun open call program-program JAEA dikomunikasikan dengan kontak person International Nuclear Organization (INuO) yaitu Totti Tjiptosumirat, yang kemudian akan diteruskan ke internal BRIN.

Selanjutnya dalam pertemuan ini dilakukan pembahasan draft PKS antara JAEA dan BRIN dalam Riset dan Inovasi Penggunaan Energi Nuklir Secara Damai. Draft PKS yang telah disusun nantinya akan diusulkan kepada pimpinan JAEA di Jepang untuk dipertimbangkan dan disetujui, agar dapat dilakukan pengesahan oleh kedua belah pihak. Pertemuan ditutup dengan kunjungan lapangan ke fasilitas Reaktor G.A Siwabessy, KST B.J Habibie Serpong, Tangerang Selatan.

Sumber: Humas BRIN | Editor: Intoniswan

Tag: