Catatan Atas Perekonomian Global dan Nasional Memasuki Bulan Nopember 2023

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Memasuki bulan November 2023, risiko dan ketidakpastian global masih menunjukkan peningkatan. Amerika Serikat menghadapi peningkatan tekanan fiskal dan inflasi inti yang masih tinggi, ekonomi Tiongkok melemah akibat krisis properti, serta aktivitas perekonomian di Eropa sangat lemah dengan peningkatan defisit fiskal dan inflasi yang juga masih tinggi.

Potensi downside risk lainnya yang perlu diwaspadai antara lain, eskalasi tensi geopolitik akibat perang di Ukraina dan Timur Tengah, geoeconomic fragmentation​, shock akibat perubahan iklim​, dan terbatasnya policy space global​.

Demikian disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi APBN KiTa secara daring, Jumat (24/11) secara daring.

Menurut Sri Mulyani, prospek pertumbuhan global masih lemah. World Bank dan IMF masing-masing memproyeksikan proyeksi pertumbuhan global untuk tahun 2023 sebesar 2,1% dan 3,0% (yoy), sementara untuk tahun 2024 diperkirakan mencapai 2,4% dan 2,9% (yoy). Selain itu, IMF memproyeksikan inflasi global sebesar 6,9% (yoy) pada tahun 2023 dan 5,8% (yoy) di 2024.

Sedangkan  PMI Manufaktur Global per Oktober 2023 masih berada di zona kontraksi, pada level 48,8. Sekitar 69,6% negara yang disurvei masih mengalami kontraksi aktivitas manufaktur, antara lain: Eropa, Jerman, Perancis, Italia, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, Vietnam, Kanada, Brazil, Afrika Selatan, dan Turki​, dan Australia. Aktivitas sektor manufaktur di Tiongkok kembali ke zona kontraksi​, sementara AS mulai pulih. PMI Indonesia dan India masih ekspansif meskipun melambat.

“Harga komoditas berfluktuasi dipicu faktor geopolitik dan cuaca. Harga minyak dunia turun 5,9% (ytd) ke level USD80,8 per barel, demikian pula harga gas alam dan batubara juga turun masing-masing 30,8% (ytd) dan 69,7% (ytd). Harga komoditas pangan dan pertanian juga mengalami penurunan secara year to date (CPO 10,1%, gandum 29,0%, kedelai 3,4%, dan beras 3,2%),” ujarnya.

Disebutkan, inflasi domestik bulan Oktober 2023 mencapai 2,6% (yoy), meningkat dari inflasi bulan September 2023. Meskipun komponen inflasi inti terus melambat, peningkatan inflasi volatile food perlu dimitigasi, salah satunya dengan melanjutkan stabilitasi harga pangan.

Neraca perdagangan Indonesia masih tetap mencatatkan surplus (memasuki bulan ke-42). Pada Oktober 2023, surplus neraca perdagangan sebesar USD3,48 miliar (secara akumulasi dari Januari-Oktober mencapai USD31,22 miliar).

“Namun demikian, ekspor dan impor mengalami penurunan, yaitu ekspor tercatat USD22,15 miliar (terkontraksi 10,4% yoy) dan impor tercatat USD18,67 miliar (turun 2,4% yoy),” kata Menkeu member catatan.

Tekanan di pasar keuangan domestik mulai mereda dengan Rupiah kembali menguat, yield SBN kembali turun, dan terjadi capital inflow.​ Nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi dibanding awal tahun 2023 (menguat 1,88%). Hingga 22 November 2023, capital inflow tercatat sebesar Rp45,01T (ytd) (inflow di pasar SBN Rp60,88 triliun (ytd) dan di pasar saham outflow Rp15,87 triliun (ytd)).

Pasar SBN membaik di bulan November, terlihat dari penurunan yield SUN 10Y dari 7,09 pada 31 Oktober menjadi 6,64 pada 22 November sejalan dengan penurunan Yield UST dan mencatatkan inflow sebesar 12,69 T (mtd).

Hingga Oktober 2023, aktivitas ekonomi domestik masih terjaga​. Aktivitas produksi masih cukup kuat, ditunjukkan oleh PMI Manufaktur Indonesia yang terus ekspansif, mencapai 51,5. Konsumsi listrik tumbuh tinggi, 15,0% (yoy) untuk bisnis dan 4,4% (yoy) untuk industri. Konsumsi semen kembali tumbuh tinggi 17,9% (yoy).

Dari sisi konsumsi, Indeks Keyakinan Konsumen masih terjaga cukup tinggi mencapai 124,3 dan Mandiri Spending Index menunjukan konsumsi tetap terjaga dan terus membaik, tumbuh 38,0% (yoy), serta Indeks Penjualan Riil tetap tumbuh positif 1,77% (yoy).

Sumber: Biro KLI Kemenkeu | Editor: Intoniswan

Tag: