Cerita Bripka Joko 23 Tahun jadi Penggali Kubur di Samarinda Buat Amal Kebaikan di Dunia

Personil Polsek Samarinda Ulu Bripka Joko Hadi Afrianto. Dia menjadi penggali kubur hampir selama 23 tahun sejak dia duduk di bangku kelas 2 SMP (istimewa)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Brigadir Polisi Kepala (Bripka) Joko Hadi Afrianto, 35 tahun, personil Polresta Samarinda menarik perhatian. Di samping tugas utama sebagai anggota Polri, Joko adalah seorang penggali kubur yang dijalaninya hampir 23 tahun ini. Tujuannya hanya untuk mencari amal kebaikan hidup di dunia. Begini ceritanya.

Keseharian Joko adalah personil Polsek Samarinda Ulu. Pria kelahiran Berau 6 April 1987 punya kegiatan lain sebagai penggali kubur di Pemakaman Muslimin di Jalan Ulin, Karang Anyar, kecamatan Sungai Kunjang.

“Saya sebagai penggali kubur ini sudah dari kelas 2 SMP,” kata Joko mengawali perbincangan hari Rabu.

Karena sudah sejak lama itu, Joko kini dipercaya warga menjadu ketua pekuburan muslimin. Dia bercerita, sebagai penggali kubur sejak SMP waktu itu dia lakoni untuk mendapatkan penghasilan.

“Saya gali kubur karena dulu saya tidak punya uang. Alhamdulillah, Bapak saya juga seorang polisi. Meski beliau waktu itu cuma pangkat Tamtama,” ujar Joko.

“Sampai sekarang saya 17 tahun tugas sebagai anggota Polri, saya juga masih penggali kubur. Jadi jauh sebelum jadi Polri, saya sudah sebagai penggali kubur,” Joko menambahkan.

Kegiatan Bripka Joko Hadi Afrianto menggali kubur di samping tugas utama sebagai anggota Polri untuk menanam amal kebaikan hidup di dunia (istimewa)

Ada suka duka dialami Joko. Urusan suka, dia menggali kubur untuk menanam amal kebaikan di dunia. Sementara dukanya, terkadang dia dikomplain masyarakat soal penggalian tidak dikembalikan pada tempatnya. Meskipun, itu dikerjakan beberapa warga lainnya yang juga menggali kubur.

Beberapa kali Joko bersama warga, menggali kubur 14-15 liang lahat dalam sehari. Namun kini hanya sanggup 4-5 galian dikarenakan faktor fisik.

“Pinggang sudah tidak tahan,” kata Joko berkelakar.

“Kalau soal membagi waktu tugas Polri, pimpinan saya Alhamdulillah memberi kelonggaran sebagai kegiatan di luar kantor. Itu juga sebagai bagian dari amanat Undang-undang No 02 tahun 2022 tentang tugas Polri melindungi dan mengayomi masyarakat,” ungkap Joko.

Di sisi lain, pemakaman muslimin memang harus dirawat. Joko melibatkan warga sekitar. Di mana untuk tenaga dan perawatan pemakaman menghabiskan rata-rata sekitar Rp 6 juta per bulannya. Itu untuk biaya rutin listrik Rp 100 ribu hingga melibatkan ibu rumah tangga sekitar pemakaman untuk membersihkan botol mineral Rp 700 ribu serta honor penjaga pos pemakaman Rp 300 ribu.

Tidak jarang Bripka Joko Hadi Afrianto menyisihkan gajinya untuk menambal pengeluaran rutin bulanan guna mendapatkan berkah Allah SWT. Dia berharap pemerintah bisa mewakafkan lahan Inhutani untuk perluasan pemakaman muslimin di Jalan Ulin (istimewa)

“Sedangkan pendapatan sekira rata-rata Rp 2,5 juta-Rp 3 juta. Alhamdulillah juga ada sumbangan dari kotak amal, juga ada dari sumbangan sukarela RT di empat kelurahan. Saya juga nyambi jual air, jual kembang, jual pasir dan bata buat nutupin pendapatan,” kata Joko.

“Suka tidak suka harus seperti itu (menyisihkan gaji sebagai anggota Polri) untuk nenutup pendapatan, saya nombok. InsyaAllah ada berkahnya,” Joko menambahkan.

Mengingat pemakaman kini kian padat, Joko berkeinginan pemerintah mewakafkan lahan milik Inhutani untuk perluasan area lahan pemakaman.

Masih saja menjalani kegiatan sebagai penggali kubur menurut Joko bukan tanpa alasan. Meski dia berpenghasilan tetap sebagai personil Polri.

“Ya, bagaimana ya? Saya tidak mau meninggalkan (sebagai penggali kubur). Kalau bilang orang-orang jangan buang masa lalu. Kan saya dari dulu besarnya, hidup dari penghasilan gali kubur. Jadi tetap saya kerjakan,” kenang Joko.

“Jadi, kalau dulu jadi mata pencaharian, kalau sekarang saya kerjakan (menggali kubur) karena saya mencari amal,” Joko mengakhiri.

Penulis : Saud Rosadi | Editor : Saud Rosadi

Tag: