Cerita Warga Samarinda Terdampak Proyek Terowongan, Stres Hingga Jatuh Sakit

Akses jalan masuk ke permukiman terdampak proyek terowongan senilai Rp 400 miliar di Jalan Kakap, Jumat 28 April 2023 (niaga.asia/Saud Rosadi)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Pemerintah kota (Pemkot) Samarinda berencana membuat terowongan untuk memecah kepadatan hingga kemacetan lalu lintas di Jalan Otto Iskandardinata, utamanya tanjakan ‘Gunung Manggah‘. Begini respons warga Jalan Kakap terdampak proyek itu.

Peletakan batu pertama proyek ambisius itu dilakukan Wali Kota Samarinda Andi Harun pada 19 Januari 2023. Terowongan akan menghubungkan Jalan Sultan Alimuddin menuju Jalan Kakap.

Proyek itu diperkirakan menelan anggaran bersumber APBD Rp 400 miliar, dengan panjang terowongan memiliki panjang sekitar 700 meter, dan dikerjakan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk dengan target penyelesaian pekerjaan hingga 22 bulan di 2024 mendatang.

Padahal di masa Wali Kota Syaharie Jaang, sempat mengemuka rencana pembangunan Flyover sebagai solusi. Namun rencana itu belum ada kabar lebih lanjut.

Kabar Pemkot membangun terowongan itu terdengar di telinga warga di empat RT yakni RT 7, 19, 32 dan RT 33, kelurahan Sungai Dama. Ada sekitar 80 kepala keluarga (KK) yang bakal terdampak proyek itu.

Awalin menunjukkan kawasan permukiman yang terdampak proyek terowongan Pemkot Samarinda Jumat 28 April 2023 (niaga.asia/Saud Rosadi)

niaga.asia menelusuri lokasi terowongan di RT 7 dan RT 19 di Jalan Kakap. Kabarnya akses jalan akan melewati depan RS Atma Husada Mahakam. Jalannya terjal, menaiki bukit di jalan sempit. Tersiar kabar warga sebenarnya tidak menginginkan adanya pembangunan terowongan.

“Iya, itu apa kabar rencana Flyover? Kami sejak awal-awal Pak Wali Kota menjabat, sudah mendengar rencana bangun terowongan itu sejak tahun 2021,” kata Awalin, 47 tahun, mengawali perbincangan bersama niaga.asia, Jumat 28 April 2023.

Awalin adalah warga RT 7 yang dipercaya warga sebagai penyambung lidah warga terdampak proyek terowongan ke Pemkot Samarinda.

Rencana terowongan itu diyakini tidak memakan waktu sebentar. Pascapeletakan batu pertama, jajaran kelurahan datang mensosialisasikan rencana Wali Kota itu. Terbaru, bersama dinas terkait di lingkungan Pemkot. Meski begitu tidak banyak informasi yang diterima warga.

“Terakhir sekitar bulan Februari. Kami terima informasi bahwa tidak ada penggusuran. Tapi tetap ada ganti rugi. Termasuk tanam tumbuh. Kami masih bingung juga, bagaimana itu hitungannya,” ujar Awalin.

Warga bermukim di kawasan RT 7 dan RT 19 sudah sejak tahun 1950. Bicara nurani sejatinya mereka tidak ingin angkat kaki dari kawasan yang mereka tinggali turun temurun (niaga.asia/Saud Rosadi)

Rencana proyek terowongan bisa jadi tidak benar-benar mulus. Bahkan terjal. Ada beberapa orang ditengarai konsultan, mendatangi kawasan tinggal di RT 7 dan RT 19, belum berhasil menemukan titik keras bawah permukaan tanah.

Belum lagi, warga RT 7 dan RT 19, sempat dibuat stres bahkan emosi, usai membaca pemberitaan media.

“Ada informasi berita, bahwa ganti rugi beres di bulan Februari dan warga yang rumahnya terdampak, diminta mengongsongkan rumahnya,” sebut Awalin.

“Dari kabar itu, ada warga yang sampai masuk rumah sakit (karena stres), ada yang sudah memindahkan barang-barang ke rumah keluarganya. Tapi nanti dulu, ganti rugi apa yang dimaksud,” tanya Awalin.

“Karena sejauh ini masih sebatas sosialisasi. Tidak ada bahasan hitung-hitungan ganti rugi? Pengukuran sisi mana saja yang jadi area terdampak proyek terowongan, juga hasilnya berbeda-beda,” terang Awalin heran.

Angka 35 di dinding rumah warga sebagai penanda batas area proyek. Sejauh ini tidak ada pejabat Balai Kota datang langsung soal kejelasan gambaran proyek hingga nasib mereka terkait proyek terowongan (niaga.asia/Saud Rosadi)

Komitmen warga sekitar 30 KK di RT 7 dan RT 19 untuk tidak angkat kaki sebelum ada ganti rugi yang sesuai dan manusiawi begitu kuat.

“Secara umum secara nurani, dalam hati kecil kami sebagai warga, tidak menginginkan adanya terowongan. Karena kami tinggal di sini sudah puluhan tahun, turun temurun,” ungkap Awalin.

Beberapa keganjilan lainnya pascapeletakan batu pertama, di bulan Ramadan lalu, ada petugas-petugas dari lingkup Pemkot juga datang menemui warga. Disayangkan, tidak ada nomor pada surat tugas dan yang bertandatangan.

Kan aneh kalau begitu,” sebut Awalin lagi.

Pejabat Balai Kota sejauh ini juga belum ada unjuk gigi menemui warga terdampak proyek itu. Awalin merespons soal kabar bahwa Pemkot hanya akan mengganti rugi lahan yang bersertifikat.

“Sempat ada pernyataan yang diganti rugi cuma yang punya surat tanah. Warga pun mengurus saat ini sudah tidak bisa di kelurahan,” jelas Awalin.

niaga.asia juga sempat menyusuri permukiman warga di RT 7 dan RT 19. Permukiman di situ demikian padat, dan berada di kawasan bukit. Ada makam tetua sekaligus tokoh masyarakat di situ. Keseluruhan, ada 4 nisan makam dalam satu areal makam berkeliling beton.

Makam tokoh masyarakat Buton yang bermukim sejak tahun 1950 (niaga.asia/Saud Rosadi)

Di antaranya, makam LAODE MBAKU bin LAODE WAHID. Pada nisan, tertulis wafat pada 19 Juni 1978.

“Ini makam sepuh, tetua kami di sini,” cerita Awalin.

niaga.asia juga sempat bertemu warga lainnya. Secara umum memang ada sedikit pro dan kontra tentang proyek terowongan yang akan berdampak pada permukiman tinggal mereka yang sudah turun menurun, dan sudah merasa nyaman. Mereka menyebutkan kawasan tinggal di situ sudah ada sejak tahun 1950-an.

“Kami bisa saja menerima, asalkan benar-benar sesuai (ganti ruginya),” kata warga menegaskan.

“Pada dasarnya, kenyamanan itu tidak akan ternilai dengan uang, dengan apapun,” ujar warga lainnya menutup perbincangan hingga sore ini.

Kenyamanan yang dimaksud antara lain adalah soal fasilitas air bersih, sekolah, listrik, dan pasar tradisional yang bisa mereka dapatkan di sekitar permukiman tinggal mereka.

Penulis : Saud Rosadi | Editor : Saud Rosadi

 

Tag: