NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Dana proyek irigasi usulan Presiden Joko Widodo di Desa Lembudud, Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, diduga dikorupsi, sehingga proyek tersebut hingga saat ini tak memberi manfaat kepada masyarakat, khususnya petani.
Dugaan adanya korupsi di proyek irigasi senilai Rp Rp 19.903.848.000,- tersebut sekitar Rp11 miliar sudah ditindak lanjuti Kejaksaan Negeri (Kejari) Nunukan dengan memeriksa 20 orang saksi yang terkait dengan pengelolaan proyek di Satker BWSK (Balai Wilayah Sungai Kalimantan) V di Tarakan, Kalimantan Utara.
Kemudian, juga telah memeriksa sebagai saksi dari perusahaan rekanan PT ASK, saksi ahli konstruksi irigasi, dan sejumlah masyarakat yang sempat terlibat dalam pembangunan proyek jaringan irigasi Desa Lembudud.
“Pemeriksaan saksi lebih banyak ke arah sistem pelelangan dan sistem pelaksanaan pekerjaan,” kata Kepala seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Nunukan Ricky Rangkuti pada Niaga.Asia, Rabu (13/09/2023).
Pembangunan jaringan irigasi di Desa Lembudud dialokasikan melalui APBN pada Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat PUPR tahun 2018 – 2020 dengan tujuan pengairan untuk kawasan persawahan.
Proyek irigasi ini merupakan salah satu pekerjaan yang diminta langsung oleh Presiden Jokowi atas usulan masyarakat Krayan guna meningkatkan ketahanan pangan di kawasan perbatasan Indonesia.
“Ada beberapa proyek irigasi dibangun di tahun yang sama atas permintaan langsung presiden salah satunya di Krayan,” bebernya.
Meski belum menetapkan nama tersangka, kata Ricky, penyidik Kejari Nunukan tentunya telah memiliki sejumlah nama yang harus bertanggung jawab secara hukum, karena memiliki keterlibatan paling dominan dalam perbuatan melanggar hukum di proyek tersebut.
Jumlah saksi yang diperiksa, ada kemungkinan kemungkinan bertambah jika dalam proses penyidikan nantinya diperlukan keterangan pihak-pihak lainnya, terutama dari perusahaan rekanan yang mengerjakan proyek awal di tahun 2018 dan 2019.
“Proyek irigasi ini dikerjakan selama 3 tahun, kontraktor tahun 2018 – 2019 berbeda dengan perusahaan rekaman tahun 2020,” sebut Ricky.
Selain memeriksa sejumlah saksi, Kejari Nunukan telah mengajukan permohonan ekspos perhitungan dugaan kerugian negara kepada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Utara (Kaltara).
Perhitungan BPKP ini sangat penting bagi Kejari Nunukan untuk nantinya memperkuat pembuktian adanya perbuatan melawan hukum dan memperbaharui pemeriksaan kepada saksi ke tahap berikutnya.
“Kami punya asumsi sendiri nilai kerugiannya sekitar Rp 11 miliar, tapi untuk menguatkan itu perlu perhitungan dari lembaga negara,”ucapnya.
Dikatakan Ricky, dugaan korupsi dapat dilihat dari tidak terbangunnya pekerjaan fisik jembatan dan tidak rampungnya pemasangan pipanisasi hingga menuju kawasan persawahan masyarakat di Krayan.
Beberapa pipanisasi ditemukan tidak tertanam dalam tanah dan dibiarkan tidak tersambung dengan baik, sehingga kemungkinan saluran air dari penampung air irigasi kesulitan menuju kawasan persawahan.
“Pemasangan pipanisasi dikerjakan tanpa memperhatikan sistem gravitasi air dan pipa dibiarkan tidak tertanam,” jelasnya.
Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan
Tag: IrigasiKejari Nunukan