Dede Musdalifah, ‘Putri Mayang’ yang Disangka Polwan

Dede Musdalifah ketika berperan sebagai Putri Mayang di pementasan ‘Geger’ di Solo. (Foto Hamdani/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Perannya sebagai Putri Mayang dalam pentas  ‘Geger’ Teater Matahari, memang terbilang menantang. Dede Musdalifah harus memerankan seorang putri yang cantik dan lembut, tapi memendam dendam yang membara kepada seorang raja yang sedang berkuasa di Kerajaan Batu Besaung, Raja Mangku Alam.

Namun pada pementasan yang berdurasi 100 menit saat tampil di Pendopo Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, awal Desember tahun lalu itu, dapat dilalui Dede—sapaan akrabnya— dengan karakter yang pas dan akting yang menawan.

Padahal diakui Dede yang lahir di Samarinda, 28 Agustus 1983 ini, pementasan ‘Geger’ itu merupakan come back-nya setelah 10 tahun lebih tidak main teater.

“Ketika ditawari peran Putri Mayang, saya ragu. Apa masih mampu berakting di panggung, karena sudah 10 tahun lebih tidak mentas,” aku Dede.

“Syukur Alhamdulillah setelah beberapa kali latihan kepercayaan diri saya pulih. Apalagi lawan main saya, para aktor senior seperti Bang Wawan Timor, Bang Pance, Bang Nur dan Ozi yang selalu membimbing saya,” ungkap Dede yang membuka kantin di Polresta Samarinda.

Lantaran buka kantin di Polresta Samarinda dan setiap hari ada di sana, membuat beberapa orang tim produksi ‘Geger’ menyangkanya sebagai polisi wanita (Polwan).

“Saya bukan polwan. Suami saya lah yang polisi. Kalau tiap hari berada di kantor polisi karena jaga kantin,” paparnya sambil mengurai senyum.

Penulis: Hamdani | Editor: Intoniswan

Tag: