
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Dedy Kamsidi, penasihat hukum Aparatur Sipil Negata (ASN) di Disdukcapil Kabupaten Nunukan, Abdul Hapit dalam eksepsinya minta majelis hakim Pengadilan Negeri Nunukan menyatakan dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum) Desta Landya terhadap kliennya, batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
Dedy menyampaikan itu dalam sidang tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Nunukan dipimpin ketua majelis hakim Samuel Sihite dengan hakim anggota Bimo Putra Sejati dan Daniel Beltzar, Rabu (11/09/2024).
Dalam eksepsinya, Dedy memohon majelis hakim menjatuhkan putusan sela, dengan amar putusan yang menyatakan menerima keberatannya dan menyatakan dakwaan JPU Kejari Nunukan No. Reg, Perkara : PDM-41/KN.Nnk/Eku.2/08/2024 tertanggal 23 Agustus 2024 batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
Selanjutnya menyatakan perkara aquo tidak dapat diperiksa lebih lanjut dan menetapkan agar terdakwa Abdul Hapit dibebaskan dari tahanan, memulihkan harkat martabat dan nama baik terdakwa serta membebaskan biaya perkara.
Menurut Dedy, JPU telah salah menguraikan kronologi peristiwa hukum, sehingga mengakibatkan kekaburan dalam surat dakwaan (obscuur libel).
“Harusnya jaksa lebih bijaksana dalam melihat ataupun memeriksa perkara,” ujarnya.
Terdakwa melakukan perbuatannya atas dasar perintah jabatan sebagai seorang ASN untuk tetap berpedoman terhadap standar operasional prosedur sebagaimana telah diatur dalam Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan Kementerian Dalam Negeri.
JPU terkesan memaksakan keadaan karena jika melihat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian dengan yang diuraikan pada kronologi dalam surat dakwaan sangat jauh berbeda.
“Harusnya kronologi surat dakwaan JPU berkesesuaian dengan BAP Polisi, sehingga memberikan sinkronisasi terhadap suatu peristiwa hukum yang terjadi,” sebut Dedy.
Surat dakwaan menyesatkan dapat terlihat pula pada dakwaan pertama JPU yang menyatakan menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakan orang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan dengan atau orang lain.
Dedy menuturkan, tindakan memberikan syarat pemeriksaan atau maupun menyanyikan lagu Indonesia Raya dalam proses verifikasi KTP tersebut untuk mengantisipasi Warga Negara Asing (WNA) masuk ke wilayah Indonesia.
“Teritorial wilayah yang memaksakan untuk melakukan hal itu karena mengingat Nunukan berada di wilayah perbatasan, sedangkan dalam peraturan resmi tidak ada,” ungkap Dedy.
Untuk diketahui, Abdul Hapit didakwa melakukan pencabulan terhadap SU (21) seorang perempuan yang datang ke kantor Disdukcapil Nunukan, untuk permohonan penerbitan KTP pada Rabu 08 Mei 2024 sekitar pukul 09:00 Wita.
Dalam sidang sebelumnya JPU Kejari Nunukan, Desta Landya mendakwa Abdul Hapit dengan Pasal 6 huruf (c) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasaan Seksual (TPKS).
Penulis : Budi Anshori | Editor: Intoniswan
Tag: Cabul