Dinkes Kaltim Paparkan Kendala dan Upaya Percepatan Penurunan Stunting

Kepala Dinas Kesehatan Kalti, DR. dr. Jaya Mualimin paparrkan kendala dan upaya percepatan penurunan stunting pada Rakerda BKKBN Kaltim tekait program Bangga Kencana Tahun  2023 di Grand Senyiur Hotel Balikpapan, Jumat (10/3). (Foto Heri/Niaga.Asia)

BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA – Tahun 2022, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengalami peningkatan prevalensi stunting sebesar 1,1 persen dari 22,8 persen tahun 2021 menjadi 23,9 persen. Kenaikan itu disumbang lima daerah, yakni Kutai Barat, Samarinda, Balikpapan, Paser dan Kutai Kartanegara.

“Lima kabupaten dan kota itu prioritas penurun stunting, karena mengalami peningkatan prevalensi dari tahun sebelumnya,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim, DR. dr.  Jaya Mualimin dikutip dalam materi paparannya pada Rakerda BKKBN Kaltim tetkait program Bangga Kencana serta percepatan penurunan stunting Kaltim tahun 2023 di Grand Senyiur Hotel Balikpapan, Jumat (10/3).

Dengan kondisi ini, lanjut Jaya Mualimin, perlu kerjasama yang solid antar perangkat daerah agar bisa menurunkan prevalensi balita stunting 4,95 persen setiap tahunnya.

“Tentunya agar target nasional 14 persen bisa tercapai,” ujarnya.

`Jaya Mualimin menambahkan, ada beberapa kendala yang dihadapi dalam percepatan penurunan stunting di Kaltim. Diantaranya tim percepatan penurunan stunting belum berjalan maksimal. Kemudian, pada indikator intervensi spesifik terdapat sejumlah masalah utama yang belum teratasi dilihat dari capaian indikator yang masih rendah.

Seperti remaja putri yang mengonsumsi tablet tambah darah (TTD), bayi usia kurang dari enam bulan mendapat ASI eksklusif, dan anak usia 6 – 23 bulan yang mendapat MP-ASI (indikator baru).

“Balita dipantau pertumbuhan dan perkembangannya, karena balita yang datang ke posyandu baru mencapai 39,81 persen sehingga masih banyak balita yang tidak bisa terdeteksi lebih dini, serta balita gizi kurang mendapat tambahan asupan gizi,” jelasnya.

Kendala lainnya belum optimalnya kelas ibu hamil dan balita, posyandu aktif yang masih rendah baru mencapai 36,9 persen, belum maksimalnya dukungan lintar sektor dan lintas program, juga masih kurangnya SDM di sifasilitas kesehatan, sehingga banyak nakes yang tidak bisa fokus melaksankan kegiatannya karena tugas rangkap.

“Selin itu petugas yang sudah mendapatkan pelatihan mengalami mutasi, serta sistem pencatatan pelaporan tidak bisa maksimal karena masih lemahnya signal atau jaringan di wilayah pusk,” paparnya.

Berbagai upaya pun telah disiapkan untuk percepatan penurunan stunting di Kaltim tahun 2023, mulai dari gerakan aksi gizi bersama, dalam rangka pemberian tablet tambah darah untuk remaja putri satu tablet setiap minggu sepanjang tahun.

Kemudian gerakan ibu, bayi dan balita (GEMPITA) dalam upaya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita di posyand, serta workshop aksi bergizi, dalam rangka hari gizi nasional.

“Upaya lainnya edukasi pada kader poyandu terkait pentingnya pemberian makanan pada bayi dan anak (PMBA) dan peningkatan kapasitas ibu hamil dan ibu balita pada kelas ibu dan kelas balita,” pungkasnya.

Penulis: Heri | Editor: Intoniswan | Advetorial Diskominfo Kaltim

Tag: