Disnakertrans Kaltim: Tenaga Kerja Hijau Masih Minim di Indonesia

Ilustrasi

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalimantan Timur (Disnakertrans Kaltim) melaporkan masih minimnya tenaga kerja hijau atau pekerja hijau di Indonesia dalam Forum Lintas Perangkat Daerah yang baru-baru ini membahas Renstra PD 2025–2029 dan Renja 2026.

Sekretaris Disnakertrans Kaltim, Aji Syahdu Gagah Citra, dalam paparannya menjelaskan bahwa potensi pekerjaan ramah lingkungan (green jobs) sebenarnya cukup besar. Namun, realisasi pekerja hijau masih sangat kecil.

“Potensinya ada 36,5 persen dari total pekerja, tapi yang benar-benar sudah bekerja di sektor ekonomi hijau baru 2,6 persen,” ungkapnya, merujuk pada data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2022.

Menurut grafik yang ditampilkan, mayoritas pekerja di Indonesia masih berada di sektor non-hijau sebesar 61 persen. Sementara itu, pekerja yang berada dalam kategori ‘potensial hijau’, yakni sektor yang bisa bertransisi ke arah ekonomi hijau, berada di kisaran 36,5 persen.

“Hanya sebagian kecil yang sudah benar-benar masuk ke sektor pekerjaan hijau secara riil,” tuturnya.

Pertanian penyumbang terbesar tenaga kerja hijau

Aji juga menguraikan data kondisi pekerja berdasarkan sektor. Ia menyebutkan bahwa sektor pertanian sebenarnya masih menjadi penyumbang terbesar bagi tenaga kerja hijau, diikuti oleh sektor listrik, gas, dan air bersih.

Dalam slide presentasinya, Aji menyoroti bahwa sektor-sektor seperti pertambangan dan penggalian masih sangat minim dalam menyerap tenaga kerja hijau, padahal sektor ini memiliki potensi untuk melakukan transformasi berkelanjutan.

“Jadi untuk pekerja, potensinya masih banyak. Namun yang sudah ada pekerjaannya masih sedikit,” terangnya.

Disnakertrans Kaltim juga menampilkan proyeksi potensi pekerja hijau ke depan. Berdasarkan proyeksi nasional, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan masih memiliki peluang besar untuk menyerap pekerja hijau.

Namun Aji memberi catatan bahwa koefisien atau rasio pekerjaan hijaunya masih rendah.

“Kita melihat dari proyeksi, potensi di sektor ini masih tinggi. Tapi karena koefisiennya rendah, artinya pekerjaan-pekerjaan tersebut belum banyak yang benar-benar hijau. Masih perlu intervensi kebijakan agar sektor ini bisa bertransformasi,” bebernya.

Kondisi pekerja hijau menjadi penting dalam menyusun arah pembangunan Kaltim berbasis ekonomi hijau. Terlebih, dengan hadirnya IKN yang mengusung konsep smart forest city dan pembangunan berkelanjutan, kebutuhan akan tenaga kerja hijau akan semakin mendesak.

“Kita harus mempersiapkan SDM, karena itu adalah arah masa depan. Disnakertrans akan mengintegrasikan hal ini dalam perencanaan Renstra dan Renja,” pungkasnya.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | ADV Diskominfo Kaltim

Tag: