
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Otoritas Kelapa Filipina, Dr. Liberty H. Canja, menjelaskan bahwa kelapa merupakan potensi sumber bioenergi yang sangat potensial untuk beragam kebutuhan. Kelapa memiliki daya serap karbon hingga 138 ton per hektar sehingga berpotensi sebagai tanaman penyimpan karbon.
Dr. Liberty H. Canja mengungkap hal itu dalam diskusi sesi ketiga sebagai sesi pembuka konferensi International Coconut Community (ICC) melanjutkan agenda konferensi dan pameran internasional COCOTECH ke-51 yang berlangsung, Selasa, (23/7) di Surabaya, Jawa Timur.
“Sabut, cangkang, dan daun kelapa dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan bakar untuk produksi listrik skala kecil, pemanas industri, dan rumah tangga,” kata Canja.
Selanjutnya, pada sesi ketiga tersebut, Direktur Green Power Development Corporation of Japan (GPDCJ) Masato Fuji menyampaikan materi komersialisasi Sustainable Aviation Fuel (SAF) dari kelapa nonstandar.
Menurutnya, permintaan terhadap SAF diproyeksikan akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan karena kontribusinya dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.
“Jika dibandingkan dengan bahan bakar penerbangan konvensional, SAF dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 60 hingga80 persen,”ungkap Fuji.
Masih di sesi yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera menyampaikan tanggapan terkait pemanfaatan kelapa untuk keperluan SAF.
Ia menjelaskan, Indonesia memiliki Program Kemitraan Sistem Closed Loop Komoditas Kelapa untuk mengembangkan sektor hulu-hilir dari kelapa nonstandar untuk keperluan SAF.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI menjadi instansi yang menginisiasi program tersebut di Indonesia. Terobosan pemanfaatan kelapa lainnya juga dilihat dari pengembangan produk briket arang.
Briket arang kelapa kini menjadi salah satu sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan dan bernilai sosial-ekonomi tinggi. Briket arang kelapa menjadi solusi agar briket arang tidak lagi diperoleh melalui penebangan pohon.
“Briket arang kelapa menempati posisi strategis sebagai sumber bioenergi dan dapat dijadikan sebagai alat diplomasi ekonomi kelapa di tingkat internasional. Briket arang kelapa juga memenuhi kriteria untuk permintaan global yaitu profit, people and planet (3Ps),” tutur CEO Tom Cococha Indonesia, Asep Jembar Mulyana.
Selanjutnya, sesi keempat menghadirkan para narasumber, yaitu CEO Mama Sita’s Holding Company Inc. dari Filipina Clara Reyes Lapus, perwakilan Rumah Sakit Persahabatan Rika Trismayanti, dan perwakilan Malaysian Agricultural Research and Development Institute (MARDI) Malaysia Shaiful Adzni bin Sharifudin.
Sesi tersebut membahas pemanfaatan kelapa sebagai bahan dasar premium dan
kondimen untuk masakan, produk kesehatan, dan keperluan bioteknologi. Beberapa contoh produk kelapa turunan, antara lain, cuka kelapa, virgin coconut oil, dan produk prebiotik.

Pada sesi kelima, konferensi membahas penggunaan kelapa dalam konteks industri berkelanjutan. Salah satunya melalui penggunaan substrat sabut kelapa untuk budidaya tanaman.
“Praktik berkelanjutan di sektor hortikultura dengan menggunakan substrat sabut kelapa semakin relevan di tengah tuntutan global akan rantai pasok dan produksi yang bertanggung jawab. Momentum ini perlu digunakan untuk ekspansi dan penetrasi pasar luar negeri,” ujar perwakilan Essar Engineers dari India Rajarathinam Kanakarajan.
Dari aspek sosial, pengolahan sabut dan sekam kelapa telah menjadi sumber pemberdayaan ekonomi bagi kelompok marjinal di Indonesia. Hal ini dapat membantu mereka untuk menghasilkan pendapatan, pengembangan keterampilan, dan perbaikan status sosial di masyarakat.
“Keterlibatan kelompok termarjinalkan seperti perempuan dan narapidana dalam industri pengolahan kelapa merupakan kesempatan untuk promosi pertumbuhan ekonomi inklusif,” ujar Manajer Umum PT Agri Lestari Nusantara Cepi Mangkubumi.
Sementara itu, di tengah keragaman pemanfaatan kelapa, industri kelapa juga perlu melibatkan berbagai pihak yang memiliki kepentingan dan perspektif yang berbeda dalam kemitraan yang terintegrasi.
“Kerja sama yang melibatkan pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, terutama pada sektor pengolahan sabut kelapa, penting untuk menghindari persaingan yang tidak sehat,” kata Sekretaris Jenderal International Natural Fiber Organization Dilip Tambyrajah.
Diskusi berlanjut pada sesi keenam sebagai sesi penutup konferensi hari kedua. Sesi ini membahas penangkapan dan penyimpanan karbon melalui tanaman kelapa (sekuestrasi). Potensi dari sekuestrasi biochar dari kelapa diproyeksikan dapat mengurangi lebih dari 6 persen emisi global tahunan.
Dalam hal ini, produk biochar dan kredit karbon dari limbah kelapa memiliki prospek menjanjikan baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan sebagai solusi menuju nol emisi karbon (zero emissions).
Direktur Perundingan Antar Kawasan dan Organisasi Internasional Kemendag, Reza Pahlevi Chairul,yang juga selaku alternate National Liaison Officer (NLO) Indonesia untuk ICC, menyampaikanhal ini usai pelaksanaan hari kedua COCOTECH ke-51 tersebut.
Sesi konferensi hari kedua menghadirkan pembicara dari Filipina, Jepang, Malaysia, Belanda, Amerika Serikat, India, dan Indonesia.COCOTECH ke-51 berlangsung selama tiga hari yaitu Senin – Rabu (22 – 24/7).
“Hari kedua COCOTECH ke-51 berlangsung sangat produktif. Para pembicara yang mengisi sesi konferensi hari kedua menyoroti pentingnya inovasi dan strategi pemanfaatan kelapa untuk menjawab tantangan masa depan. Hal yang penting disorot terkait ini adalah peranan pemanfaatan kelapa untuk ekonomi berkelanjutan dan inklusivitas,”ungkap Reza.
Turut hadir sebagai narasumber pada sesi keenam ini, yaitu perwakilan Asosiasi Perdagangan Karbon Indonesia Riza Suarga, perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional RI Setiari Marwanto, perwakilan South Dakota State University dari Amerika Serikat Sarah C. Sellars, dan perwakilan Central Plantation Crops Research Institute K.B. Hebbar.
Sumber: Siaran Pers Kementerian Perdagangan | Editor: Intoniswan
Tag: Kelapa