Dua Hal Ini yang Tidak Dilakukan Presiden Jokowi Saat ke Kaltara

Presiden Jokowi saat menyerahkan 1.000 sertifikat hak atas tanah kepada warga Kaltara, di GOR Tenis Indoor Telaga Keramat Tarakan, di Tarakan. (Foto: Humas Pemprov Kaltara)

TARAKAN.NIAGA.ASIA – Kunjungan kerja (kunker) Presiden Joko Widodo di Kaltara pada 18-19 Desember 2019 lalu dinilai belum menyelesaikan beberapa persoalan penting yang ada di Bumi Benuanta.

Pertama, saat orang nomor satu di Indonesia itu meninjau melalui udara, lokasi rencana pembangunan PLTA Kayan di Kabupaten Bulungan. Seharusnya, Presiden Jokowi juga menegaskan soal kewajiban menuntaskan kajian lingkungan pada proyek tersebut.

“Terlebih itu merupakan proyek skala besar yang pasti akan memiliki dampak lingkungan cukup signifikan,” kata Aray Dion, pegiat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, kepada Niaga Asia, Jumat (26/12).

Bahkan, mega proyek senilai Rp 289 triliun-340 triliun, yang merupakan setengah dari nilai proyek ibu kota baru di Kaltim sebesar Rp 466 triliun tersebut, tidak hanya berdampak pada dua desa yang ada di Kecamatan Peso.

“Mengingat ini merupakan rencana PLTA terbesar di Indonesia. Menyinggung izin lingkungan, izin untuk pendalaman sungai untuk alat berat saja belum terdengar perkembangan izinnya, hingga saat ini,” tuturnya.

Kedua, sebut dia, Presiden Jokowi saat bagi-bagi sertifikat hak atas tanah warga di Tarakan yang merupakan bagian dari mengurangi sengketa lahan. Seharusnya Presiden juga menyinggung soal inpres moratorium sawit Nomor 8 tahun 2018.

“Dalam olah data Walhi, ada 12.159 hektare lahan perkebunan sawit dalam kawasan hutan, pada lokasi tersebut ada hak masyarakat. Berpotensi konflik jika tidak diselesaikan. Terlebih ada perhutanan sosial dan tora yang harusnya dapat digunakan untuk memenuhi hak tanah masyarakat,” demikian Aray. (003)