Dua Rektor di Kaltim Kurang Sepakat dengan Usulan Pemerintah PT Diberi IUP Mineral Logam

Rektor IKIP PGRI Kaltim Suriansyah (kiri) – Rektor Uniba Isradi Zainal (kanan). (Foto HO/NET)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Rektor Universitas Balikpapan (Uniba), Isradi Zainal  dan Rektor Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Kaltim, Suriansyah, menjadi rektor yang pertama dan kedua menyampaikan pandangannya bahwa, kurang sepakat dengan usulan pemerintah di RUU Perubahan Mineral dan Batubara (Minerba), dimana akan memberi prioritas kepada perguruan tinggi (PT) mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan izin usaha pertambangan (IUP) mineral logam.

“Saya mohon maaf karena baru dengar berita ini. Saya rasa biarlah perguruan tinggi diberi tugas sebagai pencetak sumber daya manusia unggul yang berdaya saing,” ucap Rektor IKIP PGRI Kaltim Suriansyah saat dihubungi Niaga.Asia, Senin (27/1/2025).

Dalam RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang sekarang dibahas Baleg DPR, di Pasal 51A  ayat 1, 2, dan 3, pemerintah mengusulkan;

(1) WIUP Mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.
(2) Pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. luas WIUP mineral logam;
b. akreditasi perguruan tinggi dengan status paling rendah B; dan/atau
c. peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Mineral logam dengan cara prioritas kepada perguruan tinggi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Tak hanya itu, ia menilai bahwa mengelola tambang bukan tugas utama perguruan tinggi. Lebih baik, insan pendidikan bersama pemerintah fokus mempersiapkan bangsa yang kokoh untuk mewujudkan generasi emas.

“Mengelola tambang itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perguruan tinggi punya tanggung jawab besar dalam membangun generasi emas Indonesia. Jadi, lebih baik fokus pada itu saja,” terangnya.

Jika ingin memberikan dukungan nyata pada perguruan tinggi lanjut dia, alangkah baiknya bantuan itu diarahkan pada penguatan sarana dan prasarana pendidikan.

“Kalau perguruan tinggi ingin dibantu, jangan disuruh mengelola tambang. Sebab yang kami butuhkan sederhana, dosen digaji layak oleh pemerintah dan fasilitas pendidikan dapat ditingkatkan sesuai kebutuhannya,” jelasnya.

Dua poin yang dibeberkan Suriansyah ini akan membantu perguruan tinggi untuk mencetak generasi unggul. Dengan penguatan fasilitas pendidikan yang memadai, perguruan tinggi dapat lebih fokus pada riset dan pengajaran yang berkualitas.

“Itu sudah lebih dari cukup untuk membantu perguruan tinggi menjalankan tugasnya,” tegasnya.

Tanpa dua hal tersebut, sulit bagi perguruan tinggi untuk berkembang dan bersaing dengan institusi pendidikan global. Perguruan Tinggi lebih memerlukan dukungan untuk mencetak sumber daya manusia berkualitas daripada terlibat dalam urusan tambang yang jauh dari bidang keahliannya.

Begitupun dengan Rektor Uniba Isradi Zainal, yang juga dihubungi media ini melalui telpon seluler. Ia nampak khawatir apabila pelibatan perguruan tinggi dalam dunia tambang dapat mengalihkan fokus dari misi utamanya sebagai institusi pendidikan.

“Mengelola tambang itu tidak mudah. Kalau perguruan tinggi masuk ke sana, jangan sampai mereka kehilangan fokus pada tugas utama mereka, yaitu pendidikan,” kata Deputi Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Bidang Konservasi dan Pengelolaan Sumber Daya Alam ini.

Atas dasar itu, kedua rektor ini menekankan bahwa pendidikan merupakan pilar utama pembangunan bangsa, yang tidak boleh terganggu oleh ambisi lain di luar sektor pendidikan.

Sebagai salah satu provinsi penghasil batu bara terbesar di Indonesia, maka tak heran jika Kaltim menjadi pusat perhatian dalam pembahasan revisi UU Minerba ini. Namun, suara dari para akademisi menunjukkan bahwa tidak semua pihak menyambut positif wacana ini.

“Kaltim itu tambangnya habis, minyaknya juga habis, batu baranya habis, tapi banyak orang yang mau sekolah dan kuliah tidak bisa, yang nganggur mau kerja susah. Ini kan masalah yang dihadapi sekarang. Yang harus dipikirkan itu pemerataannya, bukan bagi-bagi tambang. Negara tidak seperti itu harusnya,” tutupnya.

Penulis: Lydia Apriliani  | Editor: Intoniswan

Tag: