Dwiki Darmawan: Pemerintah Sudah Kurangi Besaran Pajak Royalti Lagu dan Musik

Dwiki Darmawan dan Ita Purnamasari, hari ini akan tapil berkolaborasi dengan pemusik Kaltim di Bigmall dalam rangkaian peringatan Hari Musik Nasional Tahun 2024 di Samarinda. (Foto Diskominfo Kaltim)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Sekretaris Jendral PARPPI (Persatuan Artis Pencipta Lagu dan Pemusik Indonesia), Dwiki Darmawan mengatakan, besaran pajak atas royalti yang dikenakan pemerintah terhadap lagu/musik, sekarang ini sudah dikurangi pemerintah dari semula 15% menjadi 6%.

Demikian disampaikan Dwiki Darmawan menjawab Niaga.Asia dalam konferensi pers terkait pelaksanaan peringatan Hari Musik Nasional Tahun 2024 di Samarinda yang diselenggarakan Kepala Dinas Kominfo Kaltim, Muhammad Faisal di kantor Diskominfo Kaltim, Jum’at sore (26/4/2024).

Menurut Dwiki Darmawan, besaran royalti yang diterima pencipta lagu atas hak ciptanya di Indonesia sangat kecil. Setiap diperdengarkan oleh orang lain, misalnya di tempat karaoke, pencipta lagu hanya menerima sekitar Rp5, jauh sangat kecil dibandingkan di luar negeri.

“Semula pemerintah memungut pajak atas royalti yang diterima pencipa lagu itu 15%, tapi setelah PARPPI mengajukan permintaan keringanan ke pemerintah, dikabulkan menteri keuangan dengan mengurangi jadi 6%, dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK),” ujarnya.

Pada bagian lain, Dwiki Darmawan menambahkan, pemusik dan atau penyanyi, termasuk wajib pajak yang patuh membayar pajak. Setiap melaksanakan konser, atas bayaran yang diterimanya juga dipotong untuk pembayaran pajak.

“Artis penyanyi/pemusik, membayar pajak (PPh Pasal 23,” ungkapnya.

Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) merupakan pajak yang dikenakan pada penghasulan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Besaran PPh Pasal 23 adalah sebesar 2%.

Untuk diketahui Royalti Lagu Musik Analog Sampai Digital diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 yang diteken Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada 30 Maret 2021.

Dalam PP tersebut memuat tentang kewajiban pembayaran royalti bagi setiap orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial dan ataupun pada layanan publik.

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Freddy Harris mengatakan dengan telah diwajibkannya pembayaran royalti lagu atau musik bagi setiap orang yang menggunakannya untuk tujuan komersial ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Menurutnya, peraturan ini merupakan penguatan dari Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) dalam melindungi hak ekonomi dari Pencipta/Pemegang hak cipta dan pemilik produk hak terkait.

“Jadi PP (No. 56/2021) ini hanya menegaskan amanat dari (UU Hak Cipta) pasal 87, 89, dan pasal 90. Sebenarnya sudah ada (aturan soal royalti) dan kemarin-kemarin juga sudah ditarik oleh LMKN,” ujar Freddy.

Pihak yang wajib membayar royalti adalah perseorangan atau badan hukum yang melakukan penggunaan lagu/musik dalam bentuk layanan publik bersifat komersial yang meliputi:(a) Seminar dan konferensi komersial; (b) Restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek; (c) Konser musik; (d) Pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut; (e) Pameran dan bazar; (f) Bioskop; (g) Nada tunggu telepon; (h) Bank dan kantor; (i) Pertokoan; (j) Pusat rekreasi; (k) Lembaga penyiaran televisi; (l) Lembaga penyiaran radio; (m) Hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; dan (n) Usaha karaoke.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: