Ekonomi Indonesia Ditopang Masih Kuatnya Permintaan Domestik

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) beranggotakan Menteri Keuangan sekaligus Ketua KSSK, Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Ja​sa Keuangan. Mahendra Siregar, dan Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan usaiRapat Berkala KSSK I – 2024 pada Senin (29/01/2024). (Foto Bank Indonesia)

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Di tengah ketidakpastian dan perlambatan global, ekonomi Indonesia tetap resilien, ditopang masih kuatnya permintaan domestik. Ekonomi domestik sampai dengan Triwulan III 2023 tumbuh 5,05% (ytd), terutama ditopang konsumsi dan investasi.

Aktivitas konsumsi yang masih kuat didukung inflasi yang terkendali, menurunnya tingkat pengangguran, serta peran APBN sebagai shock absorber dalam menjaga daya beli masyarakat. Investasi juga dalam tren menguat sejak Triwulan I 2023 sejalan dengan percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Demikian dirilis Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan sekaligus Ketua KSSK, Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Ja​sa Keuangan. Mahendra Siregar, dan Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan usai melakukan Rapat Berkala KSSK I – 2024 pada Senin (29/01/2024)

Memasuki Triwulan IV 2023, kata KSSK, tanda-tanda resiliensi aktivitas ekonomi domestik berlanjut, tercermin pada angka PMI manufaktur yang konsisten ekspansif, surplus neraca perdagangan yang terus berlanjut, serta beberapa indikator dini yang masih kuat, seperti indeks penjualan riil dan keyakinan konsumen.

“Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan berkisar 5,0%, angka pengangguran turun menjadi 5,32%, dan angka kemiskinan menjadi 9,36%,” kata Sri Mulyani dalam keterangan persnya.

“Belanja Negara terserap optimal sehingga mampu menjaga kinerja perekonomian nasional di tengah berbagai tantangan dan mendukung agenda pembangunan. Realisasi penyerapan Belanja Negara mencapai Rp3.121,9 triliun atau 102% dari pagu APBN, mampu menopang perekonomian dalam menghadapi perlambatan global dan  mendukung berbagai agenda pembangunan Pemerintah seperti penurunan stunting, kemiskinan ekstrem, mitigasi El Nino, persiapan Pemilu, serta PSN,” pungkasnya.

Pada tahun 2024, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan mencapai 5,2%. Proyeksi pertumbuhan yang masih kuat di tahun 2024 terutama didorong oleh penyelenggaraan pemilu yang berdampak positif pada aktivitas konsumsi, baik konsumsi pemerintah maupun masyarakat, serta berlanjutnya penguatan investasi sejalan dengan progres penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN).

Sri Mulyani menegaskan bahwa KSSK berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi dan sinergi, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko perlambatan ekonomi dan berlanjutnya ketidakpastian global di tahun 2024, termasuk rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik.

Ekonomi global kembali menurun

Sedangkan pertumbuhan ekonomi dunia melambat dengan ketidakpastian pasar keuangan yang mereda di tengah divergensi antarnegara yang semakin melebar. World Bank dalam Global Economic Prospect Januari 2024 memprakirakan pertumbuhan ekonomi global melambat dari sebelumnya 3,0% di tahun 2022 ke 2,6% yoy di tahun 2023 dan kembali menurun menjadi 2,4% yoy di tahun 2024.

“Ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh cukup kuat di tahun 2023, namun meningkatnya tekanan fiskal, khususnya beban pembayaran bunga utang serta rasio utang pemerintah menjadi risiko utama ke depan,” kata Sri Mulyani.

Sementara itu, ekonomi Eropa masih lemah dan ekonomi Tiongkok cenderung melambat akibat berlanjutnya krisis sektor properti serta tekanan utang pada pemerintah provinsi. Di sisi lain, tren penurunan inflasi global berlanjut, terutama di AS, sehingga menahan tekanan kenaikan suku bunga acuan The Fed serta yield US Treasury.

Capital inflow ke EMs kembali meningkat di akhir tahun 2023, termasuk ke Indonesia. Memasuki tahun 2024, berbagai risiko global perlu dicermati, seperti pelemahan ekonomi di sejumlah negara utama, meningkatnya tensi geopolitik dan fragmentasi global, serta meningkatnya tekanan fiskal di banyak negara.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: