Eksportir Bisa Manfaatkan Skema Kerja Sama ASEAN dengan Jepang

Ilustrasi.

TANGERANG.NIAGA.ASIA – Kementerian  Perdagangan  mengajak  para  eksportir  yang  ingin mengekspor ke Jepang   untuk   memanfaatkan  skema   kerja sama   ASEAN—Japan   Comprehensive Economic  Partnership  (AJCEP). Ekspor  dengan  skema  AJCEP  memiliki  sejumlah  manfaat,  terutama terkait besaran bea masuk untuk komoditas-komoditas tertentu.

Hal tersebut mengemuka dalam seminar ekspor ke Jepang, “Sosialisasi  Peningkatan  Ekspor  melalui ASEAN—Japan Comprehensive  Economic  Partnership  (AJCEP)  dalamRangka  50  Tahun  Kerja  Sama ASEAN—JEPANG”, Jumat (20/10) di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang,  Banten.

Seminar tersebut merupakan bagian dari rangkaian pameran Trade Expo Indonesia (TEI) ke-38. Sesi  pembukaan  disampaikan Negosiator  Perdagangan  Ahli  Madya Zulvri  Yenni mewakili  Direktur Perundingan  ASEAN Kemendag. Hadir  sebagai  narasumber  yaituAtase  Perdagangan  Tokyo  Merry Astrid   Indriasari, Wakil   Ketua Komite   Bilateral   Indonesia—Jepang   Kamar   Dagang   dan   Industri Indonesia Leila Djawas,dan Analis Perdagangan Ahli Pertama Kemendag Desy Andiani.

Negosiator  Perdagangan  Ahli  Madya, Zulvri  Yenni mewakili  Direktur Perundingan  ASEAN Kemendag, mengatakan,  eksportir  dapat  membandingkan  skema  AJCEP  dan  menemukan  besaran  bea masuk yang lebih   kecil untuk   sejumlah   komoditas   dibandingkan   skema   lainnya.   Skema   AJCEP memberi peluang lebih bagi eksportir untuk menciptakan daya saing bila dimanfaatkan dengan baik.

“Sebagai contoh, besaran bea masuk salmonidae(HS  0305.39.100)ke  Jepang  dengan  skema  AJCEP adalah 5 persen. Sementara itu,skema Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) adalah sebesar  6,8  persen, tarif most-favored  nation  (MFN)sebesar  12  persen,  dan Indonesia—Japan Economic  Partnership  Agreement  (IJEPA)  tidak  mengomitmenkannya.  Bisa dilihat  bahwa  ekspor salmonidae ke Jepang menggunakan skema AJCEP memiliki manfaat lebih,” ungkap Zulvri.

Zulvri membeberkan sejumlah strategi dalam mengekspor denganskema AJCEP. Salah satunya adalahkeaktifan eksportir dalam mencari informasi mengenai kode HS dan tarif yang saat ini berlaku.

Hal ini bisa  dilakukan  dengan  memastikan  kategori  HS  produk  mereka  dan  mengakses  situs  web  repository seperti    Indonesia    National    Tariff    Repository    (https://insw.go.id/intr),    ASEANTariff    Finder(https://tariff-finder.asean.org),  dan  WTO  Rules  of  Origin  Facilitator  (http://findrulesoforigin.org).

Ia juga   mengajak   para   eksportir   untuk   aktif   mengakses   situs   web   bea   dan   cukai Jepang   yaitu https://www.customs.go.jp/english/tariff/index.htm untuk   mendapatkan   informasi   terkini   mengenai berbagai tarif di Negeri Sakura. Secara  umum,  eksportir  juga  harus  mematuhi  aturan  terkait  asal  produk  dan  mengetahui  aturan  di negara tujuan, termasuk persyaratan kualitas produk yang diajukan calon pembeli.

“Dalam skema AJCEP, bea  masuk sejumlah  komoditas bisa  lebih  rendah dibandingkan  skema-skema lain.   Untuk   itu,   Kemendag   mengajak   eksportir   untuk   lebih   cermat   dan   mempertimbangkan penggunakan  skema  kerja  sama  AJCEP  jika  memiliki  manfaat  lebih  banyak  bagi  komoditas  yang mereka ekspor,” kata Atase Perdagangan Tokyo Merry.

Sementara  itu,  lanjut  Merry,  formulir  Surat  Keterangan  Asal  (SKA)  AJCEP  saat  ini  lebih  banyak dimanfaatkan sektor manufaktur dan kayu lapis, serta pakaian jadiuntuk ekspor ke Jepang.

“Utilisasi skema  AJCEP juga baru  mencapai  10  persen  dari  total  nilai  ekspor  Indonesia  ke  Jepang  pada  2022. Eksportir  dapat  mempelajari  skema  AJCEP  dan  manfaatnya  bagi  ekspor  komoditas yang ia miliki,” kata Merry.

Merry  juga  mengingatkan  para  eksportir  yang  ingin  menyasar  pasar  Jepang  untuk  selalu  mematuhi peraturan dan pemenuhan standar sebagai syarat memasuki pasar Jepang. Untuk itu, eksportir harus mengetahui  cara  mendapatkan  sertifikat  pemenuhan  standar.

“Sebagai eksportir, kita harus tahu regulasi dan pemenuhan standar ke pasar Jepang,” ungkap Merry.

Selanjutnya, Leila Djawas menyampaikan, untuk masuk ke suatu pasar, termasuk pasar Jepang, perlu strategi  yang  matang  dan  rencana  yang  tepat.  Untuk  itu,  beberapa  strategi  yang  dapat  dilakukan adalah mengetahui pasokan  dan  permintaan,  pergerakan  tren  seiring  perubahan  musim,  hingga karakter konsumen danpola liburan mereka dalam satu tahun.

“Penting untuk menggelar riset pasar di awal untuk memahami pasar suatu  negara.  Selain  itu, konsistensi  sangat  penting  bagi  konsumen  Jepang.  Agar  riset  pasar  tidak  sia-sia, kapasitas  produksi dan  kualitas produk  yang  konsisten  menjadi  syarat  krusial  dalam  menciptakan  perdagangan  yang berkesinambungan dengan pembeli di Jepang,” ungkap Leila.

Leila  juga  mengajak usaha  mikro,  kecil,  dan  menengah  (UMKM)untuk  bergabung  dengan program wikiexport.jp  yang  telah  diinisiasi  KADIN.  Pada  Agustus 2022 lalu,  program  ini  menghasilkan kontrak ekspor  dengan  nilai  total Rp10  miliar melalui  program penjajakan  kesepakatan  bisnis  (business matching)antara UMKM pilihan danpembeli atau distributor Jepang.

Sementara  itu,  Desy mengatakan bahwa dokumen  sertifikat  asal  menjadi  bagian  penting  dalam memperoleh   besaran   bea   masuk   sesuai   skema   kerja   sama   AJCEP.   Untuk   itu,   eksportir   harus memastikan informasi yang dituangkan ke dalam Formulir Surat Keterangan Asal (SKA) adalah tepat.

Kiat untuk melakukannya adalah menyesuaikan kode HS dan deskripsi barang dengan kondisi barang sesungguhnya,  mempelajari  skema  dan  besaran  bea  masuk  yang  memiliki  manfaat  lebih  banyak, memilih  kriteria  asal  barang  (origin  criteria)  yang  paling  memudahkan  saat  proses  produksi, serta memahami aturan spesifik produk (Product Spesific Rules/PSR) AJCEP.

Sumber: Siaran Pers Kemendag | Editor: Intoniswan

Tag: