Elpiji 3 Kg Langka di Balikpapan, Harga Tembus Rp 45 Ribu

Elpiji 3 Kg (HO-Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan)

BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA – Dalam beberapa pekan terakhir masyarakat Kota Balikpapan kesulitan mendapatkan elpiji 3 Kg. Meskipun ada, warga harus membeli dengan harga Rp 45 ribu per tabung.

PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan merespons. Mereka bilang penyaluran elpiji 3 Kg subsidi sudah sesuai kuota yang ditetapkan pemerintah.

“Berbeda dengan elpiji non subsidi yang stoknya banyak. Elpiji bersubsidi memiliki jumlah penyaluran didasarkan pada kuota yang ditetapkan oleh pemerintah pusat,” kata Area Manager Communication, Relations & CSR Patra Niaga Kalimantan, Arya Yusa Dwicandra dalam penjelasan dia, Rabu 5 Juli 2023.

Arya menyebut, untuk Kota Balikpapan hingga akhir Juni 2023 lalu, telah tersalur sekitar 3 juta lebih tabung elpiji 3 Kg dari kuota sebanyak 6 juta tabung di tahun 2023. Angka itu sudah melebihi 8 persen dari kuota periode Januari-Juni 2023.

Kondisi yang sama juga terjadi di seluruh wilayah Kalimantan Timur, sudah melebihi kuota 8 persen dari total kuota Kalimantan Timur tahun 2023 sebanyak 37 juta tabung, atau telah tersalur sekitar 19 juta tabung.

Arya mengimbau kepada masyarakat dengan ekonomi mampu, untuk tidak menggunakan elpiji 3 Kg bersubsidi.

“Kepada lembaga penyalur resmi yaitu agen dan pangkalan elpiji kami ingatkan untuk tidak melakukan penyelewengan dan menaikkan harga di atas HET atau harga eceran tertinggi di lapangan,” ujar Arya.

Sejauh ini, Pertamina telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Balikpapan dan menetapkan beberapa ketentuan, seperti melakukan penertiban kepada kegiatan usaha di masyarakat yang tidak berhak menggunakan elpiji bersubsidi. Pertamina juga akan melakukan pembinaan kepada agen dan pangkalan resmi yang tidak menyalurkan sesuai aturan.

“Dari Pemerintah Kota juga akan kembali menawarkan program tukar tabung untuk aparatur sipil negara. Sementara dari Pertamina akan memberlakukan kepada seluruh pangkalan resmi elpiji 3 kilogram untuk menjual produk non subsidi yaitu Bright Gas, guna pemenuhan kebutuhan rumah tangga,” tambah Arya.

Pertamina juga meminta kepada masyarakat yang memang berhak mendapatkan elpiji bersubsidi agar tidak panik.

“Panic buying menjadi salah satu alasan ketersediaan di lapangan cepat habis. Pertamina memastikan bahwa kuota elpiji yang ditetapkan pemerintah, akan cukup jika penggunaannya disesuaikan dengan aturan yang ada,” jelas Arya.

Sebelumnya, Warga Balikpapan ramai mengeluhkan kelangkaan dan mahalnya elpiji 3 kg lewat kolom komentar akun Instagram Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas’ud.

“Pak ada gas 3 kg kah di sana, harus saya beli lagikah Rp 50 ribu buat 2 minggu pemakaian, keliling nyari ada, tapi harganya Rp 45-50-60 ribu,” tulis @rani***.

Senada disampaikan akun @sr.iles***. Kesulitan mendapatkan LPG 3 kg, kalau pun ada, harganya melonjak dari HET.

“Sama nah aku juga bingung ini kok harga gas melon gila-gilaan? mana susah juga carinya,” tuturnya.

Menjawab keluhan warganya, Rahmad Mas’ud menyebut pemerintah telah berkoordinasi dengan Pertamina untuk mengatasi kelangkaan elpiji. Pemerintah juga memonitor agen untuk memastikan elpiji disalurkan sesuai peruntukan.

“Kami beserta jajaran tetap kordinasikan dengan Pertamina dan monitor agen-agen agar peruntukannya benar-benar tepat sasaran,” respons Rahmad Mas’ud di kolom komentar Instagramnya.

Orang nomor satu di lingkungan Pemkot Balikpapan itu juga menemui Pertamina untuk mengatasi persoalan itu.

“InsyaAllah jajaran kami nanti langsung menemui pihak Pertamina. Semoga bisa kita atasi dan ada solusinya,” tulis Rahmad Mas’ud.

Rahmad Mas’ud juga telah mengultimatum pemilik restoran dan rumah makan untuk tidak menggunakan elpiji 3 Kg.

“Berdasarkan aturan Kepmen ESDM, penggunaan Gas LPG 3 kg diperuntukkan kepada rumah tangga, usaha mikro, petani sasaran dan nelayan sasaran. Selebihnya diharuskan menggunakan gas non subsidi,” sebutnya.

Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Balikpanan Haemusri Umar menduga kelangkaan diakibatkan tidak adanya distribusi tambahan pada libur panjang pekan lalu.

Kondisi itu diperparah ketika distribusi berlangsung, masyarakat dengan cepat menyerbu agen atau distributor. Padahal, kebutuhan distribusi sudah dihitung sesuai data dan berkecukupan.

“Misalnya, saya sekitar sebulan menggunakan 3 tabung, ya sudah jatah saya 3 tabung dan agen yang menyediakan juga sudah ditunjuk untuk bisa memenuhi,” kata Haemusri Umar

Faktor lainnya, lanjut Haemusri, adalah penjualan yang tidak tepat sasaran. Pelaku usaha makro dan restoran juga mengambil jatah subsidi masyarakat yang lebih membutuhkan.

Karena itu Disdag mengusulkan pembatasan distribusi, melalui penggunaan kartu serupa dengan mekanisme pembelian solar.

“Pengguna kartu juga harus sesuai dengan data keluarga miskin (Gakin) sebagai penerima subsidi,” pungkasnya.

Penulis: Heri | Editor: Saud Rosadi

Tag: