Fenomena Decoupling dan Friendshoring dalam Perdagangan

Peneliti Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) David Christian, peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Kiki   Verico, dan Direktur Eksekutif  CORE  Indonesia  Moh.  Faisal menjadi narasumber Gambir Trade  Talk (GTT)  #14  yang  digelar secara hibrida  di  Hotel Borobudur,  Jakarta  pada  hari  ini,  Rabu  (15/5).  Sedangkan Eduardo Simorangkir bertindak  sebagai  moderator  Redaktur  Ekonomi  Detikcom (Foto Kemendag).

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Praktek decoupling dan friendshoring mencerminkan perubahan dalam  dinamika  perdagangan global  yang  dipengaruhi  faktor  politik,  keamanan,  dan  ekonomi. Disrupsi  perdagangan  global  yang terjadi  akibat  pandemi  Covid-19  yang  kemudian diikuti  ketegangan  geopolitik    di  beberapa  kawasan, telah  menimbulkan  kekhawatiran  terhadap  ketahanan  rantai  pasok  global  dan  keamanan  ekonomi negara.

Decoupling mengacu pada  praktik memisahkan atau  mengurangi  ketergantungan  pada  rantai pasok global. Akibatnya,   suatu   negara  akan   cenderung   membangun   atau  memperkuat   sumber  daya, produksi, atau distribusi secara lokal atau regional yang bertujuan untuk mengurangi risiko gangguan pasokan dan respons terhadap perubahan pasar.

Sedangkan friendshoring mencerminkan kecenderungan beberapa negara untuk mengurangi ketergantungan pada negara-negara yang   dianggap   sebagai potensial ancaman atau pesaing. Pemberlakuan  tarif  dan  hambatan  perdagangan  AS  terhadap  RRT  pada  2018  dipandang  sebagai tindakan yang mencerminkan friendshoring.

Demikian dijelaskan  Kepala  Badan  Kebijakan  Perdagangan  (BK  Perdag)  Kasan  dalam  sambutan kuncinya pada  pembukaan Gambir Trade  Talk (GTT)  #14  yang  digelar secara hibrida  di  Hotel Borobudur,  Jakarta  pada  hari  ini,  Rabu  (15/5).

Hadir sebagai narasumber peneliti Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) David Christian, peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Kiki   Verico, dan Direktur Eksekutif  CORE  Indonesia  Moh.  Faisal.  Bertindak  sebagai  moderator  Redaktur  Ekonomi  Detikcom Eduardo Simorangkir.

Selain  itu, kata Kasan, strategi decoupling juga  bertujuan  untuk  menjaga  keamanan  suatu  negara (national security),  seperti  strategi teknologi decoupling yang  diterapkan  Amerika  Serikat  (AS)  terhadap Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Konflik perdagangan dan isu keamanan siber telah mendorong kedua negara  untuk  mengurangi  ketergantungan  teknologi  satu  sama  lain.

“AS  telah  menerapkan  larangan dan pembatasan terhadap ekspor teknologi tertentu (cip kecerdasan buatan) ke RRT, sementara RRT juga  mengambil  langkah-langkah  untuk  mempromosikan penggunaan  teknologi  domestiknya  sendiri sebagai respons terhadap kebijakan yang dilakukan AS,” paparnya.

Kepala  Badan  Kebijakan  Perdagangan  (BK  Perdag)  Kasan  menyampaikan  sambutan kuncinya pada  pembukaan Gambir Trade  Talk (GTT)  #14  yang  digelar secara hibrida  di  Hotel Borobudur,  Jakarta  pada  hari  ini,  Rabu  (15/5). (Foto Kemendag)

Di sisi lain, friendshoring mencerminkan   kecenderungan   beberapa   negara   untuk   mengurangi ketergantungan pada   negara-negara yang   dianggap   sebagai   potensial   ancaman atau   pesaing. Pemberlakuan  tarif  dan  hambatan  perdagangan  AS  terhadap  RRT  pada  2018  dipandang  sebagai tindakan yang mencerminkan friendshoring.

‘Selain  kebijakan  tersebut,  pengesahan CHIPS  and  Science  Act  dan  Inflation  Reduction  Act(IRA)  juga menjadi   salah   satu   contoh   implementasi friendshoringyang   diterapkan   AS. Regulasi   tersebut mengatur  pemberian  insentif  bagi produsen yang  membeli  dan  memperoleh  input  produksi  dari negara-negara yang merupakan sekutu AS untuk sektor semikonduktor, mineral kritis, dan baterai,”  ujar Kasan.

Indonesia perlu mengadopsi strategi dan kebijakan perdagangan komprehensif, fundamental, lincah, dan  antisipatif  untuk  mengoptimalkan  peluang  tersebut.  Hal  ini  agar  Indonesia  dapat  bersaing  dan berkompetisi  dengan  negara-negara  lain  untuk  memitigasi  dampak  negatif  dan  mengoptimalkan dampak positif yang optimal dalam mendukung transformasi ekonomi nasional,” tandas Kasan.

Sementara peneliti Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) David Christian menjelaskan konteks dan latar belakang decoupling dan friendshoring. Ia mengatakan, kedua  hal  itu  dilatarbelakangi  sejumlah  konflik  dan  perang  dagang  sehingga  muncul  dorongan sejumlah negara untuk mandiri dan mencari lokasi produksi yang lebih dekat.

Kiki  Verico, peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia  menerangkan  tentang  dampak technology decoupling dan friendshoring terhadap  rantai nilai  global  dan  perdagangan  internasional.

“Dunia  berubah  sangat  cepat  dan  AS semakin  mencari  ke  dalam (go  inward). AS  menjadi padat  karya (labor intensive)di  sektor  produksi pakaian dan sepatu serta tidak banyak lagi berproduksi di negara berkembang,” katanya.

Direktur Eksekutif  CORE  Indonesia,  Moh  Faisal memaparkan bagaimana  menavigasi  strategi  perdagangan  luar  negeri  Indonesia  dalam menghadapi technology decoupling dan friendshoring.

Kiki meyakini,  Indonesia  perlu  fokus  menarik investor  yang  menguasai rantai  nilai  global dan bersedia menciptakan domestic  linkages/capabilities yang dalam.

“Selain itu, Indonesia perlu memperhatikan daya dukung dari investor tersebut,” saran Faisal.

GTT #14 diharapkan dapat memberikan pandangan,  wawasan, dan pengetahuan yang lebih mendalam terhadap fenomena decoupling dan friendshoring yang telah diterapkan beberapa negara.

GTT #14 dihadiri 150 pesertasecara hibrida dan dapat disaksikan ulang di tautan

https://www.youtube.com/live/70sO8weZ4K8?si=sNQeWJk7A1senF2X.

Sumber: Siaran Pers Kementerian Perdagangan | Editor: Intoniswan

Tag: