G-20 Bahas Empat Isu Utama Pajak Internasional

ilustrasi

RIYADH.NIAGA.ASIA-Perpajakan internasional menuju solusi global untuk pajak ekonomi digital juga dibahas dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G-20 di Riyadh, Arab Saudi pada tanggal 22-23 Februari 2020.

Dalam simposium “Perpajakan Internasional Menuju Solusi Global untuk Pajak Ekonomi Digital”, perpajakan internasional difokuskan pada 4 isu utama yaitu, pajak ekonomi digital, besaran pajak minimum, kepastian pajak, dan penyelesaian sengketa (dispute).

Pada isu pajak ekonomi digital, menurut ketua Delegasi Indonesia yang juga Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, para panelis menyepakati bahwa diperlukan suatu arsitek perpajakan internasional yang baru yang mampu mengatasi masalah pajak internasional.

“Pendekatan unified approach merupakan penggabungan atas beberapa proposal sebelumnya,” katanya.

Pertama, user participation proposal dimana pajak digital dipungut berdasarkan kontribusi pengguna dan hak pengenaan pajak dialokasikan berdasarkan tempat di mana pengguna tersebut berada. Kedua, marketing intangibles proposal dimana pengenaan pajak didasarkan pada tempat aset tersebut digunakan, dan ketiga significant economic presence proposal dimana subjek pajak dianggap memiliki kehadiran ekonomi apabila terdapat interaksi dengan pengguna melalui teknologi digital, misalnya platform online.

Pada isu berapa besaran pajak minimum, panelis berpendapat, perlu memperhatikan aspek keadilan, efisiensi, transparan, sederhana dan mendukung konsensus global. Ini merupakan isu kunci untuk mencapai kesepakatan bersama dan menghindari race to the bottoms.

Penentuan minimum pajak juga perlu memperhatikan kepentingan negara dalam menyediakan pembiayaan infrastruktur dan tidak menghambat pertumbuhan ekonomi, khususnya di negara-negara berkembang dan emerging economies. Pertimbangan lainnya, tidak hanya terkait masalah fiskal, tetapi juga politik, sebagaimana terjadi di Uni Eropa.

“Perancis menyampaikan bahwa masing-masing negara mempunyai usulan yang berbeda. Namun, Perancis mengusulkan, besaran minimum pajak 2,5 persen dinilai cukup adil dan mendekati sistem pajak di Amerika yaitu tax guilty,” Menkeu mengutip panelis.

Terkait kepastian pajak, perlu disepakati standardisasi sistem pajak internasional (single Internasional tax system) agar para perusahaan global yang beroperasi internasional mendapat kepastian penghitungan pajaknya.

Terkait penyelesaian sengketa (dispute), diperlukan suatu mekanisme yang disepakati bersama untuk menyelesaikan masalah antarperusahaan dan negara bahkan antara perusahaan terhadap perusahaan. Dengan mekanisme, ini maka permasalahan tidak harus diselesaikan melalui arbitrase internasional.

Berkenaan dengan pendekatan safe harbour (kebijakan pemerintah yang memisahkan tanggung jawab penyedia situs jual beli daring berkonsep marketplace berbasis User Generated Content (UGC) dengan penjual yang memakai jasa mereka), para panelis dapat memahami latar belakang pengusulan pendekatan tersebut. Namun demikian, perlu untuk didiskusikan lebih mendalam karena dinilai tidak sejalan dengan komitmen untuk mencapai konsensus global.

Para panelis yang mewakili beberapa negara menyampaikan optimisme bahwa konsensus global akan dapat dicapai pada tahun 2020. Jika tidak, negara-negara di dunia masing-masing akan menerapkan pendekatan unilateral yang membahayakan bagi sistem perpajakan internasional.

Atas hal ini, negara-negara G-20 mendukung keberadaan Outline of the Architecture of a Unified Approach on Pillar One sebagai dasar dalam melakukan negosiasi dan menyambut baik Progress Note on Pillar Two, yang keduanya telah disetujui oleh G20/OECD Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Negara-negara G20 menegaskan kembali komitmen untuk mencapai solusi berbasis konsensus dengan laporan akhir yang akan disampaikan pada akhir tahun 2020 dan key policy feature pada Juli 2020.(*/001)

Tag: