Gaji Tidak Sesuai Beban Kerja, 5 PMI Asal NTT Kabur dari Malaysia Lewat Perbatasan Krayan

Lima PMI asal NTT yang kabur dari perusahaan kelapa sawit Malaysia karena gaji kecil saat ini berada di Krayan, menunggu transportasi ke Tarakan, selanjutnya pulang ke daerah asalnya. (Foto : Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Kantor Imigrasi Nunukan menemukan orang pekerja migran Indonesia (PMI) berstatus Ilegal kabur dari perusahaan perkebunan sawit di Malaysia melalui perbatasan Krayan, lantaran kecewa dengan upah kecil yang tidak sesuai beban kerja.

PMI ilegal ini kabur melalui perbatasan Ba’kelalan, Serawak, Malaysia menuju Long Midang, Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan” kata Kepala Seksi (Kasi) Intel dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) kantor Imigrasi Nunukan, Reza Pahlevi pada Niaga.Asia, Kamis (07/03/2024).

PMI asal NTT yang kabur dari Malaysia itu adalah 4 orang laki-laki, satu orang perempuan, dan satu lagi anak laki-laki baru berusia 4 tahun. PMI laki-laki terdiri dari Wilhelmus Matius (58), Pirmansa Paleon (42), Servasius Lule (24), dan Tamex Steven Emanuel (19) laki-laki. Sedangkan PMI perempuan bernama Fransiska Toji (40) dan seorang anak laki-laki bernama Aditya (4).

Reza menjelaskan, PMI ilegal yang masuk melalui pos lintas batas tradisional Krayan tersebut awalnya diperiksa oleh TNI AD yang bertugas di pos Gabma Satgas Pamtas RI – Malaysia di Long Midang, Kecamatan Krayan, Selasa 5 Februari 2024.

“Setiba di pos Gabma Satgas Pamtas Selasa 5 Februari 2024, PMI diarahkan ke pos cek poin Imigrasi di Long Midang, Krayan untuk pemeriksaan identitas dan dokumen,” sebutnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan petugas Imigrasi Krayan, kata Reza, rombongan PMI merupakan warga dari Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sejak tahun 2018 masuk ke wilayah Malaysia untuk bekerja.

Selama berada di Serawak, Malaysia, PMI bekerja sebagai buruh penombak/pemetik kelapa sawit dengan gaji yang sangat kecil tidak sesuai dengan beban kerja. Atas alasan itu, PMI ini kabur dari pekerjaannya.

“PMI ini masuk ke Malaysia melalui jalur ilegal di perbatasan pulau Sebatik, mereka miliki dokumen KTP dan paspor kunjungan,” jelas Reza.

Setelah menjalani pemeriksaan, rombongan PMI sementara waktu tinggal di rumah keluarganya di Long Kei’wan, Krayan, sembari menunggu dan mengurus pembelian tiket pesawat terbang rute Krayan – Tarakan.

Rombongan PMI ilegal yang telah bekerja selama 7 tahun di Malaysia, itu berkeinginan untuk pulang kampung ke Maumere, NTT menggunakan dana pribadi atau secara mandiri hasil tabungan salama bekerja.

“Bekerja di luar negeri tidak seindah dibayangkan apalagi untuk PMI ilegal yang sudah pasti tidak memiliki perlindungan hukum,” terangnya.

Terhadap kejadian ini, Reza menghimbau kepala warga Indonesia yang ingin bekerja di luar kehendaknya melalui jalur resmi agar mendapat perlindungan secara hukum oleh pemerintah dan agen penyalur kerja luar negeri.

Bekerja secara ilegal adalah pilihan praktis dan mudah serta murah, namun memiliki resiko kerugian besar karena tanpa dilengkapi perjanjian maupun kesepakatan kontrak kerja antara PMI dengan perusahaan.

“Status PMI ilegal di Malaysia dipandang sangat rendah, makanya kalau ada tawaran kerja begitu tolak aja walaupun di iming-iming gaji besar,” bebernya.

Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan

Tag: