BANDUNG.NIAGA.ASIA – Isu pemanasan global menjadi isu hangat saat ini. Pada tahun 2030 diproyeksikan suhu bumi akan naik ke 1,5 Derajat Celsius. Untuk menghambat kenaikan suhu bumi tersebut di negara negara maju seperti di eropa sekarang ini dana investasi mengalir deras ke berbagai riset terkait pengembangan energi alternatif seperti pemanfaatan gas hidrogen untuk menggantikan energi dari fosil yang tidak ramah lingkungan.
Kelompok Riset Advanced Photovoltaics and Functional Electronic Device, Pusat Riset Elektronika, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar seminar dengan mengusung tema “Material dan anofabrikasi Sensor Hidrogen Berbasis Plasmonik”. Seminar yang dilaksanakan secara daring ini dibuka langsung oleh Kepala Pusat Riset Elektronika Yusuf Nur Wijayanto secara daring pada Kamis (26/1).
Pusat Riset Elektronika fokus di beberapa bidang diantaranya terkait electronic circuits, devices, dan systems. Saat ini BRIN memiliki Gedung baru yaitu di Kawasan Sains Teknologi (KST) Samaun Samadikun yang terletak di Bandung.
“Rencananya akan di bangun Clean Room dan fasilitas untuk fabrikasi devices sehingga kami berharap dapat memfasilitasi kolaborasi riset kedepan terkait devices, circuits ataupun ke dalam sistem,” jelas Yusuf dalam sambutannya.
Periset dari Purat Riset Elektronika, Iwan Darmadi menjelaskan, gas hidrogen menjadi salah satu sistem energi yang menarik dikembangkan karena dalam prinsipnya hidrogen dapat diproduksi dari air melalui elektrolisis dan idealnya menggunakan sumber energi terbarukan seperti angin atau panel surya.
Kemudian hidrogen tersebut dapat bereaksi dengan oksigen yang biasa dikenal sebagai Fuel Cell yang menghasilkan listrik. Listrik tersebut dapat digunakan oleh industry atau bahan bakar kendaraan seperti mobil serta outputnya adalah air murni, sistem ini berjalan sirkular dan berkelanjutan.
Hidrogen diposisikan bukan sebagai sumber energi, namun faktor energi mirip seperti baterai, namun karakteristik hidrogen ini cukup mudah terbakar karena flammability di udara 4-5%. Hidrogen berbentuk gas transparan serta tidak berbau, oleh karena itu kita membutuhkan sensor hidrogen sebagai salah satu sistem keamanan yang berguna untuk mendeteksi kebocoran gas.
“Contoh nyata pada tahun 2019 di Norwegia terjadi ledakan di stasiun pengisian bahan bakar hidrogen mereka karena terjadi kebocoran di tangka penyimpanan,” ungkap Iwan.
Potensi Sensor Deteksi Gas Hidrogen
Sensor sering didefinisikan sebagai perangkat yang menerima dan menanggapi sinyal atau stimulus, beberapa teknologi sensor hidrogen yang tersedia di pasaran maupun di tingkat penelitian diantaranya: Heat Transfer Sensor yang sangat popular dimana sensor ini memanfaatkan heattransfer dari hidrogen yang cukup tinggi, kontruksi sensor ini berupa satu plat heater lalu disisi lainnya kita dapat mengukur bagaimana transfer panas dari hidrogen yang melintas diantaranya.
Kelemahan dari sensor ini adalah gas-gas lain seperti karbon monoksida (CO) atau helium misalnya memiliki koefisien transfer panas yang cukup tinggi, jadi dari sisi selektifitas tidak terlalu baik.
Catalytic Combustion
Sensor menggunakan bahan Platinum sebagai katalis, ketika ada hidrogen yang bercampur dengan oksigen akan terjadi pembakaran yang menghasilkan panas, berimplikasi pada meningkatnya resistansi dari platinum tersebut. Kelemahan dari sensor ini adalah dibutuhkan kehadiran oksigen untuk mendukung terjadinya reaksi pembakaran.
Electrochemical Sensor, pada prinsipnya ada dua elektroda yang mengapit elektrolit kemudian hidrogen di serap oleh satu sisi elektroda yang biasanya berbahan paladium, kemudian ion-ion hidrogen tersebut di pecah dan di serap kedalam elektrolit, selanjutnya akan terbaca perubahan arus yang berbanding lurus dengan konsentrasi hidrogen yang berada di sekitar sensor tersebut.
Sensor
Sensor yang dikembangkan Iwan berupa sensor hidrogen berbasis plasmonik dengan metode nanofabrikasi colloidal lithography yang di klaim memiliki potensi yang sangat besar untuk aplikasi deteksi gas khususnya Hidrogen. Melalui metode nanofabrikasi colloidal lithography memungkinkan desain sensor yang menjawab tantangan aplikasi, serta sensor plasmonik mampu menekan biaya fabrikasi dan dapat di reproduksi secara luas.
“Dengan rencana akan dibangunnya fasilitas riset berupa Clean Room di KST Samaun Samadikun serta dengan diselenggarakannya webinar ini diharapkan dapat mendorong riset lebih maju di bidang sensor pada khususnya,” imbuhnya.
Ketua Kelompok Riset Advanced Photovoltaics and Functional Electronic Device, Natalita Maulani Nursam yang langsung memoderatori webinar kali menjelaskan bahwa webinar ini bertujuan untuk melakukan knowledge sharing terkait riset-riset yang berhubungan derngan device elektronika seperti solar cell, electrochemical cell, censor electronic devices, dsb.
Sumber: Humas BRIN | Editor: Intoniswan
Tag: Pemanasan Global