Harga Kelapa Juga “Menggila” di Samarinda, Tembus Rp17.000/Butir

Kementerian Perindustrian menduga tingginya permintaan kelapa dari China membuat harga kelapa jadi mahal di dalam negeri. (Foto Istimewa)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Harga kelapa tidak hanya ”menggila” di pulau Sumatera dan Jawa, dimana mencapai Rp20.000 hingga Rp25.000/butir, tapi juga di Samarinda. Konsumen juga menganggap harga kelapa di Pasar Segiri yang tembus Rp17.000/butir, naik “gila-gilaan”.

”Normalnya harga kelapa di Pasar Segiri Rp12.000/butir, tapi sudah dua bulan ini harganya sudah tembus Rp17.000/butir, atau naik Rp5.000/butir,” ungkap Riduan, pengelola rumah makan Padang pada niaga.asia, Jumat (9/5/2025).

Menurut Riduan, naiknya harga kelapa hingga 41% lebih, disebabkan Kaltim tidak mampu memenuhi sendiri kebutuhan akan kelapa. Kebutuhan kelapa sudah bertahun-tahun mengandalkan pasokan dari Sulawesi.

”Harga kelapa tidak murni dipengaruhi permintaan dan penawaran di pasar, tapi suplai dari Sulawesi,” ungkapnya.

Mahalnya harga kelapa sangat memukul warung makan Padang sebab, secara tradisional memang boros kelapa dalam mempertahankan keautontikkannya.

”Penggunaan kelapa bulat tidak bisa digantikan dengan santan pabrikan,” kata Riduan.

Mahalnya harga kelapa juga membuat pusing pemerintah pusat dan mengancam keberlangsungan industri dalam negeri. Kementerian Perindustrian menyebut harga kelapa naik karena tingginya permintaan dari China.

”Perlu dipertimbangkan moratorium ekspor kelapa,” demikian Kemenperin.

Kebijakan tata kelola kelapa harus segera ditetapkan, mengingat kelangkaan bahan baku telah berdampak pada keberlangsungan aktivitas industri dan pengurangan tenaga kerja. Pada rapat-rapat koordinasi bersama kementerian/lembaga, Kementerian Perindustrian telah  mengusulkan penerapan moratorium ekspor kelapa bulat sebagai solusi jangka pendek (3-6 bulan) guna menstabilkan pasokan domestik.

Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika sebagai respons terhadap masalah pasokan bahan baku yang dihadapi industri pengolahan kelapa di dalam negeri yang menyebabkan penurunan produktivitas dan utilitas.

“Kementerian Perindustrian menegaskan komitmennya untuk mendukung industri pengolahan kelapa di Indonesia, khususnya dalam menghadapi tantangan kelangkaan bahan baku.,” kata Putu, hari Jum’at (21/3/2025).

Kebijakan lain yang diusulkan oleh Kemenperin, antara lain pengenaan Pungutan Ekspor kelapa bulat dan produk turunannya, serta penetapan standar harga bahan baku yang remuneratif bagi petani dan industri. “Langkah mitigasi tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan ketersediaan bahan baku dan kembali menormalisasi harga kelapa yang telah semakin melambung di dalam negeri,” ungkap Putu.

Kemenperin juga mengusulkan agar dana hasil Pungutan Ekspor kelapa dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) yang manfaatnya dikembalikan kepada petani untuk menjaga kesejahteraan petani.

“Bentuk pengembaliannya dalam bentuk program peningkatan produktivitas tanaman kelapa, penguatan kegiatan usaha tani, pemberdayaan usaha pengolahan kelapa rakyat, dan pengembangan ekosistem industri pengolahan kelapa terpadu,” sebut Putu.

Berikutnya, Kemenperin mengajak semua pihak terkait untuk bersinergi dalam mengimplementasikan kebijakan yang memberikan manfaat bagi pelaku industri, petani dan tenaga kerja industri.

“Kami akan terus berkoordinasi dengan semua pemangku kepentingan untuk menjamin pelaksanaan kebijakan yang cepat, efektif, dan melakukan evaluasi secara berkala,” pungkas Putu.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: