Harga Rumput Laut “Terjun Bebas”, DPRD Nunukan Undang TGUPP dan Pemerintah

Rapat dengar pendapat Komisi II DPRD Nunukan membahas penurunan harga rumput laut. (Foto : Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA– Keresahan petani rumput laut atas terjun bebasnya harga rumput laut kering dari Rp 43.000 per kilogram menjadi Rp 9.000 per kilogram dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPRD Nunukan, Selasa (26/09/2023).

RDP yang dipimpin ketua Komisi II DPRD Nunukan Wilson digelar atas permintaan anggota Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Komaruddin yang merasa pemerintah perlu mencari solusi atas anjloknya harga saat ini.

“Harga turun dari Maret sampai sekarang, sedangkan biaya operasional seperti truk pengangkut, buruh hingga ongkos kapal ke Sulawesi naik,” kata Kamaruddin pada Niaga.Asia, Rabu (27/09/2023).

Selaku TGUPP, Kamaruddin mengutarakan pentingnya ada regulasi penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan peningkatan mutu kekeringan rumput laut agar harga jual kembali meningkatkan.

“Saya ini petani dan pedagang rumput laut juga, apa yang dirasa pelaku usaha rumput laut, saya rasakan juga,” sebutnya.

Menanggapi usulan anggota TGUPP Kaltara tersebut, Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM Nunukan, Sabri mengatakan, penurunan harga rumput laut adalah mekanisme pasar, dimana ketika permintaan rendah dan produksi meningkat, terjadilah penurunan harga.

“Mata rantai perdagangan rumput laut di Nunukan sangat panjang dimulai dari petani, pengepul, pemilik modal sampai pengusaha besar dan pabrik, tiap pelaku mengambil keuntungan,” sebutnya.

Terkait usulan HET, Sabri menjelaskan pihaknya telah mempelajari upaya penetapan harga dengan melihat eksisting di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB)yang telah memberlakukan HET berdasarkan peraturan gubernur.

Dalam peraturan gubernur NTB tersebut, harga jual rumput laut menjadi plet dan hasil panen tidak boleh dijual keluar daerah, aturan ini membuat gejolak di masyarakat karena menginginkan tetap mengacu harga pasar naik turun.

“Kalau mengacu HET harga datar sesuai aturan itu, sementara masyarakat ingin harga diatas itu,” ujarnya.

Mewakili Asosiasi Pedagang Rumput Laut (APRL) Nunukan, Didit Adi Putra mengaku asosiasi saat telah menyusun rencana strategis solusi jangka pendek mengatasi gejolak penurunan harga rumput laut dengan membuat resi gudang.

“Resi gudang semacam program tunda jual, jadi rumpu laut petani ditampung di gudang lalu diberikan resi dengan masa waktu 1 tahun,” jelasnya.

Rumput laut yang masuk resi gudang akan dilakukan uji mutu oleh laboratorium, setelah itu komoditi diasuransikan dan diterbitkan resi gudang oleh pengelola agar pemilik barang menerima pembayaran dari pihak bank sebesar 75 persen.

Ketika jumlah barang melimpah dan gedung penuh, pengelola resi gudang akan membuka lelang komoditi bekerja sama dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi yang bernaung dibawah Kementerian Perdagangan.

“Resi gudang ini fungsi untuk tunda jual mengatasi masalah ketika harga jual rendah dengan standar kekeringan rumput laut 35 persen,” bebernya.

Dengan memegang resi gudang, masyarakat bisa menjaminkan resinya sebagai agunan di bank, dan pendapatan mereka bisa terus berjalan.

‘’Rumput laut yang disimpan di gudang, mampu bertahan sampai 1 tahun, dengan kadar kekeringan 37 persen,’’ kata Didit.

Anggota DPRD Nunukan Andre Pratama meminta pemerintah memikirkan prospek jangka panjang karena penurunan harga rumput laut selalu terjadi setiap tahun, sehingga perlu ada penanganan lebih serius.

“Contohnya kelapa sawit ada HET, kenapa kita tidak usulkan juga HET rumput laut yang harganya dapat di update tiap bulan atau tahun,” bebernya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan

Tag: