IKN Nusantara di Kaltim Makin Eksis dan Dikenal

Presiden Jokowi meluncurkan transportasi ramah lingkungan Blue Bird Group, Kamis 21 Desember 2023 di IKN, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. (Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) tepatnya di Kecamatan Sepatu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) semakin eksis dan dikenal luas, setelah dalam dua tahun terakhir, Pemerintah Pusat menggelontorkan dana pembangunan infrastruktur lebih kurang Rp40 triliun.

Keberadaan ibu kota dalam suatu negara menjadi simbol identitas bangsa. Ibu kota, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah kota tempat kedudukan pemerintahan suatu negara atau tempat dihimpun unsur administratif eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Suatu kota

yang telah menjadi ibukota berpotensi mengalami pertumbuhan yang signifikan dan menyebabkan dampak demografis dan ekonomi bagi masyarakat di kota tersebut.

Namun demikian, dampak yang tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik dapat menimbulkan berbagai permasalahan perkotaan, seperti kesenjangan ekonomi, sistem transportasi yang buruk, angka kemiskinan dan pengangguran meningkat.

Selain itu, suatu ibu kota negara juga sering kali mengalami permasalahan kondisi alam, seperti banjir atau gempa bumi. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, salah satu solusi yang dapat dilakukan suatu negara adalah dengan memindahkan ibu kota.

“Ahli Schatz (2003) berpendapat bahwa pemindahan ibu kota yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik dapat memberikan peluang untuk mengatasi permasalahan perkotaan,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, Dr. Yusniar Juliana, S.St, MIDEC dalam laporan BPS bertajuk “Analisis Isu Terkini Provinsi Kalimantan Timur 2023.”

Ada tiga alasan umum untuk memindahkan ibu kota, yaitu pertimbangan sosial ekonomi, pertimbangan politik, dan pertimbangan geografis. Sebagai contoh, pada tahun 1960, Brazil memindahkan ibu kota dari Rio De Janeiro ke Brasilia dengan pertimbangan membangun interkonektivitas antar wilayah dan memindahkan pusat gravitasi ekonomi dan politik dari wilayah pesisir ke tengah wilayah Brazil.

Sumber: BPS Kaltim

BPS mencatat, negara lain yang pernah memindahkan ibu kota yakni Belize. Pada tahun 1970,Belize memindahkan ibu kota dari Belize City ke Belmopan, setelah pada tahun 1961 terjadi badai Hattie yang melumpuhkan aktivitas pemerintahan Belize bahkan menyebabkan kerusakan dan hilangnya berbagai dokumen penting pemerintah.

Di Indonesia, secara de jure, Jakarta baru ditetapkan ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara Indonesia berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1961 jo. Undang–Undang (UU) PNPS No. 2 Tahun 1961.

Undang-Undang yang masih berlaku saat ini, diatur melalui UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Saat ini, Provinsi DKI Jakarta telah berkembang menjadi pusat perekonomian dan kota metropolitan terbesar di Indonesia. Dengan luas hanya sebesar 661,23 km2 atau sekitar 0,03 persen dari luas wilayah Indonesia, saat ini DKI Jakarta dihuni sekitar 10,68 juta penduduk (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2023),” ujar Yusniar.

Provinsi DKI Jakarta mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak ditetapkan sebagai ibu kota, demikian pula dengan permasalahannya. Kajian yang dilakukan oleh Bappenas menyimpulkan bahwa performa Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota negara semakin menurun.

“Semakinpesatnya pertambahan penduduk yang tidak terkendali, penurunan kondisi dan fungsi lingkungan serta tingkat kenyamanan hidup semakin menurun menunjukkan kurang optimalnya peran DKI Jakarta sebagai ibu kota (Bappenas, 2021),” demikian Yusniar.

Dengan berbagai permasalahan yang dihadapi DKI Jakarta yang semakin kompleks serta upaya pemerataan persebaran pertumbuhan ekonomi di luar DKI Jakarta dan Pulau Jawa dengan wilayah lain di Indonesia maka muncul wacana pemindahan ibu kota ke provinsi lain.

Momentum pemindahan ibu kota akhirnya terjadi pada Sidang Tahunan MPR RI pada 16 Agustus 2019 melalui Pidato Kenegaraan Presiden RI dan disusul dengan Pengumuman Pemindahan Ibu Kota Negara oleh Presiden pada 26 Agustus 2019 di Istana Negara. Presiden Joko Widodo dalam kesempatan tersebut menyatakan bahwa Ibu Kota Negara akan pindah ke pulau Kalimantan.

Urgensi pindahnya ibu kota negara didasarkan berbagai pertimbangan, seperti persebaran penduduk, kontribusi ekonomi serta pertimbangan geografis. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, sekitar 56 persen penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Menurut Yusniar, dengan penduduk yang terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera, pergerakan aktivitas ekonomi juga terpusat pada kedua pulau tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya ketimpangan ekonomi antara wilayah barat dan timur Indonesia.

“Pada tahun 2022, kontribusi ekonomi Pulau Jawa mencapai sekitar 56 persen dari total PDB Nasional dan Pulau Sumatra mencapai 22,04 persen. Sedangkan pulau lainnya hanya menyumbang kurang dari 10 persen dari total ekonomi Indonesia,” ungkapnya.

Sumber: BPS Kaltim

Selain pertimbangan persebaran penduduk dan kontribusi ekonomi, kondisi geografis DKI Jakarta juga menjadi pertimbangan pemindahan IKN. Secara geografis, DKI Jakarta merupakan wilayah dataran rendah yang berada di antara hulu sungai dan pesisir. Kondisi ini menyebabkan provinsi ini sering mengalami banjir.

Tidak tertampungnya air pada saluran drainase, akibat intensitas hujan yang tinggi dengan durasi yang lama, baik terjadi di ibu kota maupun terbawa aliran sungai dari daerah hulu, menyebabkan banjir melanda sebagian besar wilayah ibu kota.

Selain karena hujan dan kiriman debit air dari wilayah hulu sungai, DKI Jakarta juga sangat rentan terkena banjir akibat pasang air laut (Rob) (pantaubanjir.jakarta.go.id/bencana-jakarta).

“Selain permasalahan terkait banjir, wilayah DKI Jakarta juga terancam oleh aktivitas gunung berapi, yakni Gunung Krakatau dan Gunung Gede serta potensi gempa bumi yang berpotensi terjadi tsunami,” kata Yusniar.

Dengan memperhatikan berbagai kondisi yang terjadi, pemerintah Indonesia memutuskan memindahkan ibu kota IKN ke Provinsi Kalimantan Timur. Provinsi ini dipilih karena secara lokasi geografis, wilayah ini berada di tengah Indonesia sehingga dapat merepresentasikan keadilan.

Tersedianya lahan cukup luas milik pemerintah dan BUMN, memiliki risiko minimal terhadap bencana alam, aksesibilitas lokasi cukup dekat dengan kota yang sudah berkembang menjadi salah satu pertimbangan dipilihnya Provinsi Kalimantan Timur sebagai lokasi IKN.

Yusniar menambahkan, selain faktor lokasi, pemilihan IKN juga didasarkan pada struktur kependudukan di provinsi ini yang heterogen serta memiliki budaya terbuka bagi pendatang sehingga memiliki potensi konflik yang rendah.

Saat ini, payung hukum terkait Ibu Kota Negara yang baru dituangkan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2023 yang merupakan perubahan dari UU No. 3 Tahun 2022. UU ini mengatur mengenai Ibu Kota yang disebut Ibu Kota Nusantara (IKN Nusantara), kawasan IKN, serta pelaksanaan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Otorita IKN.

Secara administratif, wilayah IKN Nusantara berada pada dua kabupanten yang berada di Provinsi Kalimantan Timur, yakni di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Penetapan ini tentu memberikan berbagai dampak bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat Kalimantan Timur.

Dalam RPJP Nasional Tahun 2025-2045, IKN ditetapkan sebagai superhub. Sebagai superhub, IKN diharapkan dapat mengubah perekonomian Indonesia menjadi lebihinklusif dengan IKN menjadi penggerak ekonomi bagi Kalimantan Timur serta menjadi pemicu untuk memperkuat rantai nilai domestik di seluruh Kawasan Timur Indonesia dan berdampak bagi seluruh Indonesia.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: