IMF Proyeksikan Ekonomi Indonesia Tumbuh 5%, Vietnam 5,8% dan Filipina 6%

Pertemuan Musim Semi International Monetary Fund dan World Bank (IMF-World Bank)  diselenggarakan pada tanggal 10-15 April 2023 di Washington D.C. Amerika Serikat. (Foto AsiaToday.id)

WASHINGTON D.C.NIAGA.ASIA – Pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN diproyeksikan mencapai 4,4% pada tahun 2023, relatif lebih baik dibanding proyeksi pertumbuhan global sebesar 2,8%. Indonesia, Vietnam dan Filipina masing-masing diproyeksikan tumbuh 5,0%, 5,8%, dan 6,0% pada tahun 2023. 

Sementara itu pemulihan perekonomian global masih disertai berbagai tantangan, mencakup tekanan inflasi yang tetap tinggi, kerentanan pada sektor perbankan dan kekhawatiran penyebaran pada sektor keuangan secara lebih luas, serta dampak dari perang di Ukraina yang terus berlanjut dengan tekanan geopolitik yang masih tinggi.

Hal ini mengemuka dalam rangkaian Pertemuan Musim Semi International Monetary Fund dan World Bank (IMF-World Bank), termasuk di dalamnya pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20 yang diselenggarakan pada tanggal 10-15 April 2023 di Washington D.C. Amerika Serikat dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati.

Dengan perkembangan dan prospek perekonomian global yang semakin kompleks, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral menyepakati Global Policy Agenda dimana pembuat kebijakan perlu fokus pada upaya menjaga stabilitas perekonomian, membantu negara dalam kelompok rentan, dan memastikan tercapainya kesejahteraan.

Secara lebih detil IMF mendorong respons kebijakan dengan immediate impact yaitu penurunan tingkat inflasi dan pengelolaan ekspektasi inflasi dengan komunikasi kebijakan yang jelas, pemantauan risiko stabilitas sistem keuangan, penguatan pengawasan, pengelolaan pergerakan nilai tukar, normalisasi kebijakan fiskal, penyediaan bantuan bagi kelompok rentan, serta peningkatan ketahanan pangan.

Kebijakan jangka menengah meliputi antara lain pemulihan sustainabilitas fiskal, reformasi struktural untuk meningkatkan pasokan, serta mitigasi risiko pandemi. Sedangkan kebijakan jangka panjang meliputi penguatan kerja sama multilateral, penguatan stabilitas International Monetary System, pengentasan isu sektor kesehatan, serta percepatan upaya menuju ekonomi hijau, digital dan inklusif.

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menekankan pentingnya menerapkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung pemulihan pertumbuhan.

“Dalam hal ini, kebijakan bank sentral tidak hanya bertumpu pada kebijakan suku bunga, melainkan juga dapat menggunakan perangkat kebijakan lainnya seperti intervensi nilai tukar, capital flow management, serta kebijakan makroprudensial (bauran kebijakan),” kata Perry.

Untuk itu, Gubernur BI menyambut baik perkembangan diskusi dan pekerjaan terkait Integrated Policy Framework (IPF) dari IMF maupun Macro-Financial Stability Framework (MFSF) dari BIS. Selain itu, Bank Indonesia mendorong pemanfaatan digitalisasi di bidang sistem pembayaran melalui pengembanganCross Border Payment (CBP).

Dalam hal ini, Perry Warjiyo menyampaikan langkah Indonesia yang sejak tahun lalu mempelopori penandatanganan Regional Payment Connectivity (RPC) dengan lima negara ASEAN sebagai bentuk konkrit dari kerja sama internasional untuk mendukung pemulihan pertumbuhan ekonomi.

Sumber: Departemen Komunikasi Bank Indonesia | Editor: Intoniswan

Tag: