
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) tahun 2023 sebesar 0,414, turun 0,0297 poin dibandingkan tahun 2022 yang sebesar 0,443. Turunnya IKG Provinsi Kalimantan Timur dipengaruhi oleh makin setara antara capaian laki-laki dan perempuan pada sebagian besar indikator penyusun IKG.
Demikian dilaporkan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kaltim, DR Yusniar Juliana, SST, MIDEC dalam berita resminya yang disampaikan secara online hari ini, Senin (6/5/2024).
Diterangkan pula, BPS mencatat, ketimpangan gender di Kaltim sejak tahun 2018 hingga 2023 menunjukkan tren menurun, meskipun terjadi sedikit kenaikan di tahun 2022. Dalam kurun waktu tersebut, IKG berkurang sebesar 0,083 poin, rata-rata turun 0,017 poin per tahun. Hal ini mengindikasikan ketimpangan gender yang semakin mengecil atau kesetaraan yang semakin membaik.
“Selama kurun waktu enam tahun terakhir, capaian IKG Kalimantan Timur juga tercatat selalu lebih rendah dari capaian IKG Nasional,” kata Yusniar dalam paparannya.

Penurunan ketimpangan gender terbesar terjadi pada tahun 2021 yang turun 0,031 poin dari tahun 2020. Penurunan ketimpangan pada tahun 2021 dipengaruhi perbaikan pada dimensi kesehatan reproduksi serta didukung makin setaranya dimensi pemberdayaan dan dimensi pasar tenaga kerja.
Yusniar menyebut, dimensi penyusun Indeks Ketimpangan Gender terdiri dari dimensi kesehatan reproduksi, dimensi pemberdayaan, serta dimensi pasar tenaga kerja. Khusus untuk dimensi kesehatan reproduksi menggunakan indikator pada penduduk perempuan, sedangkan dua dimensi lainnya menggunakan perbandingan indikator penduduk laki-laki dan perempuan.

“Secara umum, kinerja pada ketiga dimensi penyusun Indeks Ketimpangan Gender (IKG) menunjukkan kecenderungan yang terus membaik,” pungkas Yusniar.
Kesehatan
Dimensi kesehatan reproduksi perempuan dibentuk dari dua indikator, yaitu proporsi perempuan pernah kawin usia 15–49 tahun yang melahirkan hidup tidak di fasilitas kesehatan(MTF) dan proporsi perempuan pernah kawin usia 15–49 tahun yang saat melahirkan hidup pertama berusia kurang dari 20 tahun (MHPK20).
Pada tahun 2018 angka MTF sebesar 0,134, kemudian secara berturut-turut turun hingga menjadi 0,069 pada tahun 2023.
“Artinya, pada tahun 2023 proporsi perempuan pernah kawin yang melahirkan tidak di fasilitas kesehatan menurun menjadi 69 dari sebelumnya sebanyak 134 perempuan per 1.000 perempuan pernah kawin usia 15-49 tahun yang pernah melahirkan anak lahir hidup pada tahun 2018,” kata Yusniar.

Kemudian, pada tahun 2018, MHPK20 tercatat sebesar 0,222. Indikator ini sempat mengalami peningkatan pada tahun 2019 yakni sebesar 0,287, kemudian sejak 2020 indikator MHPK20 kembali mengalami penurunan menjadi 0,255 pada tahun 2023.
“Ini dapat diartikan bahwa pada tahun 2023 masih terdapat 255 perempuan per 1.000 perempuan pernah kawin usia 15–49 tahun yang pernah melahirkan anak lahir hidup pada usia di bawah 20 tahun,” ujar Yusniar lagi.
Pemberdayaan
Lebih lanjut Yusniar menerangkan, perbaikan pada dimensi pemberdayaan dipengaruhi peningkatan persentase anggota legislatif perempuan. Dimensi pemberdayaan dibentuk oleh 2 (dua) indikator, yaitu persentase anggota legislatif dan persentase penduduk 25 tahun ke atas yang berpendidikan SMA ke atas.

“Selama periode 2018–2023, persentase perempuan sebagai anggota legislatif cenderung meningkat. Kondisi ini merepresentasikan bahwa dalam kurun waktu tersebut peran perempuan dan laki-laki dalam pengambilan keputusan cenderung semakin setara,” paparnya.
BPS juga mencatat, persentase penduduk usia 25 tahun ke atas berpendidikan SMA ke atas selama kurun waktu yang sama juga meningkat, baik laki-laki maupun perempuan. Persentase penduduk laki-laki pada tahun 2018 sebesar 52,32 persen meningkat menjadi 56,36 persen pada tahun 2023 (meningkat 4,04 persen poin), sementara persentase penduduk perempuan meningkat dari 43,30 persen pada tahun 2018 menjadi 50,68 persen pada tahun 2023 (meningkat 7,38 persen poin).

“Capaian perempuan yang meningkat lebih cepat dibandingkan laki-laki menempatkan tingkat pendidikan antara perempuan dan laki-laki di Provinsi Kalimantan Timur menjadi lebih setara.”
Tenaga kerja
Sedangkan perbaikan pada dimensi pasar tenaga kerja tahun 2023 ditunjukkan dengan peningkatan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) perempuan yang lebih cepat dibandingkan peningkatan TPAK laki-laki.

Yusniar mengatakan, dimensi pasar tenaga kerja direpresentasikan dengan indikator. TPAK laki-laki pada tahun 2018 sebesar 82,06 persen meningkat menjadi 82,82 persen pada tahun 2023 (meningkat 0,76 persen poin), sementara TPAK perempuan naik dari 45,18 persen pada tahun 2018 menjadi 46,86 persen pada tahun 2023 (naik 1,68 persen poin).
“Kondisi ini menggambarkan bahwa kesempatan antara laki-laki dan perempuan untuk memasuki pasar kerja di Provinsi Kaltim semakin setara,” katanya.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan
Tag: Gender