Ini Aturan Baru Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor, Berlaku Mulai Maret

Kegiatan ekspor impor.

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Pemerintah melalui Menteri Keuangan menerbitkan aturan baru tentang pemeriksaan pabean di bidang impor yang dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 185/PMK.04/2022. PMK ini merupakan penggantian atas PMK nomor 139/PMK.04/2007 sebagaimana diubah menjadi PMK nomor 225/PMK.04/2015 dan mulai berlaku setelah 30 hari sejak tanggal diundangkan, atau 12 Maret 2023 nanti.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan bahwa penggantian PMK ini dilakukan dalam rangka simplifikasi ketentuan pemeriksaan fisik barang impor dan penelitian dokumen.

“Penggantian PMK juga bertujuan untuk lebih meningkatkan kelancaran arus barang serta mempercepat pelaksanaan pemeriksaan pabean di bidang impor,” ungkap Nirwala sebagaimana rilisnya, Jumat (06/01).

Nirwala menambahkan penggantian PMK ini merupakan tindak lanjut program reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan (RBTK). Sejalan dengan upaya penyelarasan proses bisnis dan teknologi informasi, maka dipandang perlu mengganti ketentuan pemeriksaan barang di bidang impor dengan PMK yang lebih komprehensif.

“Informasi lebih lanjut mengenai ketentuan terbaru pemeriksaan pabean di bidang impor dapat diakses melalui tautan https://bit.ly/PMK_185_2022 atau dapat menghubungi contact center Bravo Bea Cukai pada 1500225”.

Pemeriksaan pabean dilakukan terhadap barang impor meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. Pemeriksaan pabean dilakukan setelah importir atau PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) menyampaikan pemberitahuan pabean impor atau dokumen pelengkap pabean dengan tujuan untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat.

Penelitian dokumen adalah kegiatan yang dilakukan oleh sistem komputer pelayanan (SKP) dan/atau pejabat Bea Cukai yang bertugas sebagai pemeriksa dokumen untuk memastikan bahwa pemberitahuan pabean dibuat dengan lengkap dan benar. Penelitian dokumen oleh SKP meliputi, kelengkapan dan kebenaran pengisian pemberitahuan pabean impor; dan pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan.

Sementara itu, pemeriksaan fisik barang dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Fisik (PFF) dengan membuka kemasan barang dan/atau menggunakan alat pemindai. Pemeriksaan dengan membuka kemasan dilakukan dengan kehadiran PFF secara langsung di tempat pemeriksaan atau melalui media elektronik.

Pemeriksaan fisik barang melalui media elektronik dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea Cukai berdasarkan permohonan dari importir atau PPJK. Sedangkan pemeriksaan menggunakan alat pemindai dilakukan sebagai pengganti dan/atau sebelum pemeriksaan dengan membuka kemasan.

Nirwala menjelaskan bahwa berdasarkan pemberitahuan fisik barang, importir, PPJK, pengusaha TPS (tempat penimbunan sementara), dan pengelola TPP (tempat penimbunan pabean) atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP, melakukan penyiapan barang.

“Dalam PMK baru, prosedur penyiapan barang dilakukan dengan mekanisme pemberitahuan kesiapan barang dari importir/PPJK kepada Pejabat Bea Cukai atau perintah penyiapan barang dari Pejabat Bea Cukai kepada Pengusaha TPS. Penggunaan prosedur penyiapan barang di kantor pabean ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean untuk setiap TPS,” ujarnya.

Nirwala mengatakan bahwa aturan terbaru ini juga mengatur bahwa pemeriksaan fisik dapat dilakukan penundaan dalam hal segel peti kemas rusak dan/atau telah terbuka, barang yang diperiksa memiliki sifat khusus sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan di TPS.

Kemudian, pemeriksaan fisik barang membutuhkan bantuan alat khusus yang belum tersedia di tempat pemeriksaan, pemeriksaan fisik barang membutuhkan pengetahuan teknis sehingga perlu menghadirkan tenaga ahli teknis tertentu, dan/atau terdapat kendala teknis lainnya yang tidak memungkinkan dilakukan pemeriksaan fisik barang.

Sumber: Biro KLI Kementerian Keuangan | Editor: Intoniswan

Tag: