Jaga Stabilitas Pertumbuhan Ekonomi, Bank Indonesia Perkuat Bauran Kebijakan

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo. (Foto Bank Indonesia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Bank Indonesia terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter akan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas (pro-stability), sementara kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta program ekonomi-keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan (pro-growth).

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengungkap itu, Selasa 30 Januari 2024, usai mengikuti Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuagan (KSSK) I-2024 di Jakarta, Senin (29/01/2024).

Sejalan dengan arah bauran kebijakan tersebut, kata Perry, BI mempertahankan BI-Rate pada level 6,00%. Keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024.

Menurut Perry, BI juga terus memperkuat stabilisasi nilai Rupiah untuk mengendalikan imported inflation dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global, melalui: (i) Intervensi di pasar valas dengan fokus pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) ) dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder; (ii) Penguatan strategi operasi moneter yang pro-market untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI); serta (iii) penguatan koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.

BI terus memperkuat stimulus kebijakan makroprudensial untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan, antara lain dengan meningkatkan efektivitas implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas yang memiliki daya ungkit besar terhadap pertumbuhan ekonomi melalui pemetaan secara berkala atas sektor-sektor prioritas dan penguatan koordinasi dengan Pemerintah, otoritas keuangan, perbankan dan pelaku usaha.

“ Implementasi KLM telah memberikan tambahan likuiditas ke sektor keuangan sebesar Rp165 triliun per posisi Desember 2023, atau meningkat sebesar Rp56 triliun sejak penerapan KLM pertama kali di 1 Oktober 2023,” kata Perry.

Kemudian, menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 6% menjadi 5% untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 5%; dan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 4,5% menjadi 3,5% untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5%, yang berlaku efektif sejak 1 Desember 2023.

“Penurunan ini ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan dan mendorong pendalaman pasar keuangan, yang berlaku efektif sejak 1 Desember 2023,” paparnya.

Tidak hanya, BI melanjutkan pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) Kredit/Pembiayaan Properti menjadi paling tinggi 100% untuk semua jenis properti untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti dan melanjutkan pelonggaran ketentuan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjadi paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraaan bermotor baru, dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.

“Terakhir, mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%; dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%,” pungkas Perry.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: